Ahad 08 Oct 2017 08:28 WIB

Mengapa Masyarakat Mudah Tergiur Investasi Ilegal?

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Elba Damhuri
Seorang korban penipuan First Travel keluar dari kantor tim pengurus penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Grand Wijaya Center, Jakarta, Jumat (8/9).
Foto: Antara/Reno Esnir
Seorang korban penipuan First Travel keluar dari kantor tim pengurus penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Grand Wijaya Center, Jakarta, Jumat (8/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus investasi ilegal seolah tak pernah mati. Banyak faktor menyebabkan munculnya kasus yang merugikan masyarakat ini.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merinci alasan di balik tergiurnya masyarakat --baik dari kalangan bawah maupun atas--terhadap investasi ilegal ini.  "Lebih dari lima kasus penipuan investasi dalam jumlah besar terjadi di Indonesia," Ketua OJK Wimboh Santoso, kemarin.

Faktor pertama, dari sisi makro di mana pertumbuhan ekonomi Indonesia dan global terletak pada titik stagnan. Wimboh mengatakan tidak ada perubahan berarti dalam pergerakan uang baik di dalam maupun luar negeri. Masyarakat pun kebingungan untuk memutar uang mereka dan mendapatkan keuntungan.

Investasi dalam bentuk saham, emas, maupun uang menjadi pilihan. Jenis investasi terakhir adalah yang paling banyak diminati oleh masyarakat. Investasi jenis uang ini juga punya kelemahan terutama yang ilegal.

Menurut Wimboh, dari 2007 sampai 2017, jumlah kerugian masyarakat karena kasus investasi ilegal ini mencapai Rp 105,81 triliun. Untuk kasus Pandawa kerugiannya mencapai Rp 3,8 triliun.

Faktor kedua, jelas Wimboh, penipuan investasi terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap investasi itu sendiri. Kebanyakan masyarakat tergiur akan iming-iming keuntungan berlipat yang bisa dihasilkan dengan modal kecil. Biasanya korban dari investasi ilegal ini adalah masyarakat kelas menengah ke bawah.

Ketiga, perusahaan investasi ilegal ini biasanya pandai mengambil hati calon korban dengan menggunakan berbagai tokoh-tokoh terkenal sebagai bahan pancingan. Masyarakat diharapkan percaya dengan usaha mereka dan memnginvestasikan uangnya di perusahaan tersebut.

Keempat, adaiming-iming keuntungan besar dalam waktu singkat dan modal kecil. "Ada juga yang memakai tokoh-tokoh atau ilustrasi kesuksesan seseorang dan membuat masyarakat tergiur dan investasi," lanjut Wimboh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement