Sabtu 07 Oct 2017 07:39 WIB

Pemerintah Godok Aturan Pajak Pembelian Emas

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Petugas melayani pembelian emas ANTAM di gerai butik emas Logam mulia (LM) Jakarta II di Gedung Sarinah, Jakarta.
Foto: Republika/Prayogi
Petugas melayani pembelian emas ANTAM di gerai butik emas Logam mulia (LM) Jakarta II di Gedung Sarinah, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jendral Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengatakan rencana ppenerapan pajak atas pembelian emas kepada para pembeli masih dalam tahap pembahasan. Kendati demikian menurut Ken aturan tersebut berada dibawah kewenangan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) bukan Ditjen Pajak.

"Itu masih kita godok lagi. Karena kalau peraturan itu yang bikin bukan di Ditjen Pajak  tapi BKF. Ditjen Pajak hanya melaksanakan aja," ujar Ken saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jumat (6/10).

Ken mengatakan rencana pengenaan pajak pembelian emas bukan ditujukan untuk meningkatkan penerimaan pajak negara. Ia menilai, untuk bisa mengejar target pajak, pihaknya akan fokus kepada sasaran pajak yang sudah ditentukan undang undang.

"Nggak lah, pajak itu gotong royong kok. Ini masih dibicarakan," bantah Ken soal pengenaan pajak pembelian emas menjadi upaya pemerintah untuk bisa mendongkrak pendapatan negara.

Sebelumnya, melalui surat edaran PT Aneka Tambang (Antam) menyebutkan bahwa setiap pembelian logam mulai di PT Antam akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) 22 mulai 2 Oktober 2017. Beban pajak yang dikenakan kepada pembeli logam mulai tersebut sebesar 0,45 persen untuk pemegang NPWP dan 0,9 persen untuk yang tidak memiliki NPWP.

Selain itu, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34/PMK.010/2017 tentang pemungutan pajak penghasilan pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain juga menjelaskan hal tersebut.

Dalam aturan tersebut di pasal dua ayat 1 disebutkan kalau besarnya pungutan pajak penghasilan pasal 22 ditetapkan antara lain bagian atas penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan, sebesar 0,45 persen dari harga jual emas batangan.

Kemudian pada aturan itu disebutkan kalau besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang diterapkan terhadap wajib pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100 persen dari pada tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang dapat menunjukkan NPWP.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement