REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan menyelesaikan perundingan terkait divestasi saham Freeport sembari membentuk perusahaan induk atau holding BUMN sektor tambang. Perusahaan induk tersebut sebelumnya ditarget bisa menyerap saham Freeport.
"Yang penting kan perundingannya selesai. Urusan apakah holding atau apa ya itu kan bagian dari proses kesiapan pemerintah," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution di Jakarta, Selasa (3/10).
Darmin menjelaskan persiapan
holding tambang untuk menyerap divestasi
saham Freeport saat ini sudah ditangani oleh Inalum. Menurutnya, konsep pembentukan perusahaan induk BUMN tambang tersebut sudah matang.
Pemerintah, kata Darmin, tidak akan membuka pilihan melepas saham Freeport hasil divestasi ke bursa efek. Dia mengakui penjualan saham ke publik merupakan salah satu cara untuk menyerap saham Freeport sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2012. Namun, sesuai PP Nomor 1 Tahun 2017, penjualan saham ke publik lewat bursa efek merupakan pilihan terakhir.
"Dahulu itu aturan kita memang tidak konsisten, berubah ubah segala macam, di dalam (kontrak karya) KK sebenarnya, yang namanya divestasi itu tidak dibilang pakai IPO. Nah, itu pernah ada PP yang bilang pakai IPO boleh, tapi itu sudah dicabut," ujar Darmin.
Saat ditanya terkait bocornya surat dari Freeport yang ditujukan kepada Sekjend Kemenkeu terkait penolakan Freeport atas beberapa poin kesepakatan antara pemerintah dan Freeport, Darmin enggan mengomentari.
"Itu Menkeu dan (menteri) ESDM, saya nggak ikut di dalam prosesnya," ujar Darmin.
Surat penolakan Freeport atas skema divestasi 51 persen sahamnya yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto beredar ke publik. Surat yang tertulis pada 28 September 2017 ditandatangani oleh Presiden and Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoRan Inc, Richard C Adkerson.
Dalam surat tersebut, ada lima poin surat dari Kementerian Keuangan yang ditanggapi Freeport. Pertama, divestasi 51 persen saham PTFI diselesaikan paling lambat 31 Desember 2018, dijawab Freeport dengan menyatakan tidak ada kewajiban divestasi saat ini jika mengacu ke kontrak karya PTFI.
Kedua, Indonesia ingin valuasi saham divestasi dihitung berdasarkan manfaat usaha pertambangan sampai 2021. Keinginan ini ditolak Freeport yang menginginkan nilai saham dihitung berdasarkan nilai pasar wajar dan menghitung nilai ekonomis sampai 2041. Adkerson menyatakan Freeport memiliki kontrak operasi sampai 2041.
Ketiga, Indonesia ingin divestasi dilakukan dengan menerbitkan saham baru atau rights issue dan diserap Indonesia. Akan tetapi, usulan tersebut tidak diterima Freeport yang menilai bisa menurunkan nilai saham Freeport Indonesia.
Keempat, Indonesia menyatakan harus memperoleh 51 persen dari total produksi dari seluruh wilayah yang termasuk dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus. Akan tetapi, Freeport tetap menginginkan divestasi dilakukan berdasarkan nilai pasar wajar dari bisnis saat ini sampai 2041.
Kelima, pemerintah meminta Freeport segera menanggapi permintaan uji tuntas dari Kementerian BUMN termasuk kemudahan akses data. Terkait hal ini, Adkerson menyatakan Freeport menyanggupi hal tersebut.