Selasa 26 Sep 2017 18:17 WIB

Koperasi Tolak Rencana Ritel Modern Pasok ke Warung

Rep: Halimatus Sa'diyah/binti sholikah/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang pembeli memilih cabai merah keriting di pasar tradisional di Mamuju, Sulawesi Barat, rabu (24/5). Menurut pedagang setempat menjelang Ramadan harga sembako mulai naik, di antaranya cabai merah besar dari harga Rp20 ribu per kilogram menjadi Rp35 ribu per kilogram.
Foto: Akbar Tado/Antara
Seorang pembeli memilih cabai merah keriting di pasar tradisional di Mamuju, Sulawesi Barat, rabu (24/5). Menurut pedagang setempat menjelang Ramadan harga sembako mulai naik, di antaranya cabai merah besar dari harga Rp20 ribu per kilogram menjadi Rp35 ribu per kilogram.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Gerakan Koperasi Bersama Seluruh Elemen Masyarakat Sipil mendesak pemerintah menghentikan rencana kebijakan kooptasi distribusi barang ritel modern ke warung tradisional. Sebab, hal itu dinilai akan menyebabkan terjadinya monopoli pasar oleh pengusaha ritel modern.

Ketua Induk Koperasi Wanita Pengusaha Indonesia (Inkowapi) Jakarta, Sharmila, mengatakan rencana penerapan kebijakan ritel modern boleh menyalurkan barang ke warung tradisional justru memuluskan jalan bagi ritel-ritel modern untuk mengkooptasi warung-warung tradisional melalui skema distribusi barang.

Sebab, selama ini keberadaan pasar dan warung tradisional tergerus dengan masifnya ritel modern berjejaring di berbagai daerah di Indonesia. Beberapa Pemerintah Daerah (Pemda) kemudian melakukan moratorium pendirian ritel modern khususnya skala mini market. Ditambah Pemerintah Pusat melakukan pembatasan pemilikan ritel modern yang melakukan penambahan jaringan dimana 40 persen harus dimiliki oleh masyarakat selaku pemawara laba.

Kebijakan-kebijakan tersebut membuat ritel modern berjejaring tidak bisa menambah toko yang secara mandiri dimilikinya. Hasilnya, mereka membuat strategi berbeda melalui distribusi barang. Dengan cara demikian, lanjutnya, distribusi produk ritel modern ke warung tradisional sama dengan melakukan kooptasi pasar tradisional.

"Dengan dukungan jalur distribusi dan sistem yang modern, kooptasi tersebut akan berdampak sistemik secara jangka panjang dimana pasar tradisional akan semakin tergerus omzetnya. Sedangkan bagi pemilik warung tradisional, kooptasi hanya memposisikan mereka sebagai gerai mini dari ritel modern. Masyarakat mungkin akan menikmati harga yang lebih kompetitif dari skema distribusi tersebut," kata dia Selasa (26/9).

Sharmila menyebutkan, kooptasi distribusi ritel modern ke warung tradisional akan berdampak terjadinya capital out flow besar-besaran dari pasaran rakyat ke pasaran modern. Artinya sama dengan terjadinya capital out flow dari desa ke kota karena ritel-ritel pemasok merupakan pengusaha besar nasional.

Semakin terkonsentrasinya modal di kota justru akan semakin memperlebar ketimpangan ekonomi yang terjadi di Indonesia sekarang ini. "Selain itu juga akan menciptakan monopoli pasar oleh beberapa pengusaha ritel besar karena kapasitas jalur distibusinya dan hal itu melanggar UU Persaingan Usaha. Monopoli pasar dan konsentrasi modal secara jangka panjang akan membuat swadaya dan kemandirian lokal menjadi hilang," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita berencana menerapkan kebijakan dimana ritel-ritel modern boleh salurkan barang ke warung-warung tradisional mulai Oktober 2017. Alasannya, agar warung memperoleh harga yang murah karena langsung memperoleh barang dari distributor besar. Mendag berencana menggandeng peritel besar seperti yang jaringan gerainya tersebar dimana-mana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement