Jumat 22 Sep 2017 17:14 WIB

Penerapan HET Beras Diperiksa Pekan Depan, Sanksi Menanti

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Nur Aini
Aktivitas di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Ahad (3/9).Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komiditi beras yang mulai diberlakukan sejak Jumat (1/9).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Aktivitas di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Ahad (3/9).Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komiditi beras yang mulai diberlakukan sejak Jumat (1/9).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mulai pekan depan, Kementerian Perdagangan tak akan memberi toleransi lagi bagi pengusaha ritel modern yang belum menjual beras sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET). Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pihaknya akan segera melakukan sidak untuk mengecek pelaksanaan kebijakan tersebut di lapangan.

"Mulai Senin kita akan periksa," ujar Mendag, di kantornya, Jakarta, Jumat (22/9).

Kebijakan HET sebenarnya telah resmi berlaku sejak 1 September lalu. Namun, Kementerian Perdagangan masih memberikan kelonggaran karena pedagang mengaku masih memiliki stok beras dengan harga lama. Agar pedagang tak merugi, mereka masih diizinkan menjual dengan harga di atas HET.

Setelah melewati tiga pekan masa transisi, Mendag menegaskan semua pedagang sudah harus mengikuti ketentuan HET. Ia juga mengaku telah menginstruksikan semua kepala dinas perdagangan di daerah untuk turun ke lapangan demi mengecek pelaksanaan HET dan ketersediaan pasokan beras.

Jika masih ada pedagang yang tak patuh pada HET, Mendag mengaku tak akan segan mencabut izin usaha mereka. "Kalau masih bandel, ya sudah tidak usah dagang lagi."

Apabila semua ritel modern sudah menjual beras sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah, Enggar meyakini pedagang-pedagang kecil akan mengikuti. "Mereka pasti akan nurut."

Ditemui di lokasi yang sama, Ketua Umum persatuan pengusaha penggilingan padi dan beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan, suplai beras saat ini dalam kondisi yang aman karena dipasok oleh sejumlah daerah produsen beras di Sulawesi yang tengah panen raya. "Harapan kita, dengan suplai yang aman ini harga bisa dipertahankan."

Namun begitu, Sutarto mengusulkan agar pemerintah mengamankan pasokan dari Sulawesi agar tidak semua diolah menjadi beras premium. Sebab, sejak adanya kebijakan HET, ada kecenderungan pengusaha lebih memilih memproduksi beras premium karena margin yang didapat lebih tinggi dibanding beras medium.

Kebijakan HET beras, yang telah dituangkan dalam peraturan menteri perdagangan (Permendag) Nomor 57 Tahun 2017, mengatur harga tertinggi untuk komoditi beras yang dibagi berdasarkan wilayah dan kualitasnya.

Untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi,HET untuk beras medium ditetapkan Rp 9.450 per kilogram dan beras premium Rp 12.800 per kilogram. Sementara, untuk wilayah Sumatra (kecuali Lampung dan Sumatra Selatan), Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan, HET untuk berasmedium ditetapkan Rp 9.950 per kilogram dan beras premium Rp 13.300 per kilogram. Adapun untuk wilayah Maluku dan Papua, HET untuk beras medium menjadi Rp 10.250 per kilogram dan beras premium Rp 13.600 per kilogram.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement