Jumat 22 Sep 2017 17:00 WIB

BPKN: Penghapusan Akses Pembayaran Tunai Langgar UU

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Nur Aini
 Petugas menjajakan Kartu Pembayaran Toll Non Tunai di gerbang Tol Senayan, Jakarta, Selasa (5/9).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Petugas menjajakan Kartu Pembayaran Toll Non Tunai di gerbang Tol Senayan, Jakarta, Selasa (5/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengatakan konsumen berhak memiliki akses pembayaran tunai dalam setiap transaksi yang terjadi di wilayah Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 yang mengatur bahwa setiap orang dilarang menolak pembayaran rupiah dalam rangka menyelesaikan transaksi. Karenanya, Kepala BPKN Ardiansyah Parman menegaskan, pengelola jalan tol harus menyediakan opsi pembayaran tunai bagi masyarakat.

"BPKN memandang masyarakat tak boleh dipaksa hanya membayar dengan e-money saja karena undang-undang mengatakan bahwa pembayaran dengan rupiah, baik uang logam maupun kertas, tidak boleh ditolak," ujarnya, dalam konferensi pers di kantor sekretariat BPKN, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Jumat (22/9).

Opsi pembayaran tunai yang tak boleh dihapus tersebut merupakan salah satu poin dalam surat rekomendasi yang disampaikan BPKN pada Bank Indonesia (BI). Surat rekomendasi, yang juga ditembuskan pada Presiden Jokowi tersebut, dibuat BPKN untuk merespons kebijakan BI yang menggulirkan Gerakan Nasional Non-Tunai.

Ardiasnyah mengatakan, pihaknya juga merekomendasikan pada BI agar setiap bank dan lembaga penerbit e-money membebaskan biaya isi ulang (top up) pada konsumen. Namun, pembebanan biaya dapat dikenakan apabila isi ulang dilakukan di merchant yang bekerja sama dengan bank. "Tapi biayanya harus seringan mungkin, tidak boleh memberatkan masyarakat," kata Ardiansyah.

Tak hanya itu, BPKN juga meminta agar BI tidak menetapkan batasan maksimal isi ulang yang bebas biaya. Saat ini, transaksi isi ulang di atas Rp 200 ribu dikenakan biaya Rp 750 per transaksi jika isi ulang di fasilitas penerbit dan Rp 1.500 untuk transaksi lintas jaringan.

Sejumlah rekomendasi dari BPKN tersebut memang bersifat sebagai saran dan bahan pertimbangan. Namun begitu, Wakil Ketua BPKN Rolas Budiman Sitinjak menegaskan, penolakan terhadap transaksi tunai adalah tindakan melawan hukum. "Ada ancaman pidana dan dendanya Rp 200 juta." Karenanya, ia meminta BI dan pengelola jalan tol untuk mematuhi amanat undang-undang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement