REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gugatan secara hukum akan dilakukan Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen David Tobing, apabila Bank Indonesia (BI) tetap akan mengeluarkan aturan tentang biaya isi ulang (top-up) uang elektronik atau e-money.
"Laporan saya masih diklarifikasi, dan jika masih ada yang kurang dari laporan saya, saya siap penuhi kekurangannya," ujar David saat dihubungi Republika.co.id via telepon, Selasa (19/9) sore.
Sejauh ini, hanya David yang melaporkan ketidaknyamanan para pengguna uang elektronik. Namun, menurutnya, hal itu ia lakukan lantaran memang sudah banyak masyarakat yang mengadukan masalah ini kepadanya, mulai dari pengguna tol, Transjakarta, dan KRL.
"Ini sudah jadi polemik ya karena masalah ini di masyarakat sudah menyeluruh. Saya menerima banyak laporan dari masyarakat, saya mengkaji terlebih dahulu dan ternyata menemukan memang ini bermasalah," ujarnya.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menjelaskan, biaya top up e-money akan diberlakukan baik ke transaksi sesama bank (on us) maupun antarbank (off us). Biaya isi ulang uang elektronik untuk transaksi antarbank akan dibatasi.
Untuk itu, David mengungkapkan, sebelum aturan tersebut disahkan, ia harus melapor dahulu ke Ombudsman, untuk kemudian dikaji oleh Ombudsman dan dibatalkan aturan itu. "Jika aturan tetap diberlakukan, saya akan gugat," kata David.
Nasabah yang melakukan isi ulang uang elektronik lewat aplikasi, oleh BI juga akan dikenai biaya. Gubernur BI mengatakan, biaya isi ulang tersebut sebesar Rp 2.500 per transaksi. Selain itu, biaya hanya akan dikenakan untuk isi ulang elektronik di atas Rp 200 ribu.
Advertisement