REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat memilih menunda pelepasan obligasi daerah sebelum mempelajari perbaikan aturan yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurut Sekda Jabar Iwa Karniwa, penundaan tersebut sudah berlangsung sejak 1,5 tahun mengingat aturan lama dari pemerintah dan OJK sangat berat.
Menururtnya, Pemprov mencari jalan lain mencari sumber pendanaan karena obligasi ini awalnya ditargetkan bisa membiayai pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB).
"Jadi pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui BUMD PT BIJB mencari alternatif pendanaan," ujar Iwa kepada wartawan, Senin (18/9).
Iwa mengatakan, untuk sementara Pemprov Jabar menunda penertiban obligasi sambil menunggu relaksasi aturan yang baru, karena aturan lama dinilai sangat berat untuk dipenuhi. Pemprov Jabar, semangat melepas obligasi karena melihat momentum tingginya minat investasi di bidang infrastruktur dan dorongan peluang lewat adanya amnesti pajak tahun sebelumnya.
Namun, kata dia, penundaan ini kemungkinan bersifat sementara mengingat saat ini sudah ada aturan baru. "Apabila relaksasi memungkinkan kami menerbitkan dan itu feasible, kenapa tidak itu menjadi alternatif kami untuk mencari pendanaan lagi," katanya.
Menurut Iwa, jika obligasi diterbitkan, Pemprov Jabar mengincar dana segar untuk membiayai kebutuhan pendanaan pembangunan kawasan aerocity Kertajati. Kawasan ini, membutuhkan biaya besar mengingat luasan lahan mencapai 3.200 hektare. "Diharapkan dananya dipakai untuk kepentingan bank tanah, jadi bisa lewat obligasi daerah," katanya.
Pemprov Jabar, kata dia, membutuhkan dana yang sangat besar untuk pembangunan infrastruktur lain yang ada di sekitar bandara. Pembangunan ini diyakini bisa mendongkrak ekonomi kawasan. "Kami belum membaca aturan OJK yang baru itu, akan kami pelajari. Ini akan jadi bahan pertimbangan untuk diupayakan kelanjutan pendanaan yang dibutuhkan BUMD," katanya.
Namun, kata dia, secara prinsip Pemprov Jabar telah mengantongi izin penerbitan obligasi daerah dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mendapat dukungan Bank Indonesia (BI). Di sisi lain proses penerbitan obligasi daerah telah memakan waktu lebih dari dua tahun. Kesiapan telah meliputi kelembagaan, Sumber Daya Manusia (SDM), serta persyaratan lainnya. Bahkan DPRD pun sudah melakukan pembahasan hal ini pada 2015 lalu.