Sabtu 16 Sep 2017 16:54 WIB

KPPU: Konsep Mitra Pengemudi Daring Harus Jelas

Ojek daring
Foto: Republika/Prayogi
Ojek daring

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Merger Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Taufik Aryanto mengatakan bahwa konsep dari mitra bisnis pengemudi dalam jaringan (online) harus jelas.  "Kalau karyawan perusahaan ada aturan jelasnya, namun kalau pengemudi disebut mitra maka ini bentuk kerja samanya harus jelas, bagaimana bentuk ketundukan kedua pihak," kata Taufik dalam sebuah diskusi tentang transportasi online di Jakarta, Sabtu (16/9).

Ia menjelaskan, apabila konsepnya pengemudi adalah mitra, maka ini adalah kerja sama dengan banyak individu dan perusahaan pemilik aplikasi dianggap sebagai mitra terbesar. Dalam kasus hubungan antar mitra, mitra terkuat tidak boleh menguasai sepenuhnya. 

Dengan kata lain, mitra besar tidak dapat ‘memakan’ mitra kecil. Hal ini yang perlu dibuat aturan jelasnya. 

Hal ini yang dipertimbangkan dalam peran pengemudi ketika dibuatkan aturan yang telah diputuskan oleh MA. Entah harus tunduk dalam suatu badan hukum berbentu koperasi ataupun asosiasi. 

Pakar perundang-undangan dari Universitas Jember Bayu Dwi Anggono berpendapat pemerintah harus mematuhi aturan yang sudah diputuskan oleh MA dan tidak mengubah-ubah lagi. "Status quo ini tidak perlu terjadi apabila semua bersama-sama menerima putusan ini, karena ini putusan final, tidak ada banding lagi," katanya. 

Kemudian , ia menjelaskan, syarat tidak terjadi quo vadis adalah pengusaha transportasi on line harus menerima putusan dari MA. 

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan berjanji merampungkan uji publik penyusunan peraturan pengganti Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek alias taksi daring atau taksi online. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Hindro Surahmat mengatakan saat ini uji publik yang sudah dilakukan baru di Makassar. 

"Paling akhir bulan ini sudah harus uji publik, harus cepat karena menyangkut hidup orang banyak," katanya.

Dia menjelaskan perkembangannya penyusunan peraturan baru taksi online tersebut masih dalam tahap diskusi dan menerima masukan-masukan dari pemangku kepentingan terkait.  Terkait 14 poin yang dianulir dalam PM 26/2017 oleh putusan Mahkamah Agung, dia mengatakan masih dalam pembahasan apakah akan dimasukkan kembali ke dalam PM yang baru, seperti soal kuota dan tarif batas atas dan bawah.

MA telah menganulir 14 poin dalam PM 26 Tahun 2017, artinya peraturan tersebut tidak lagi berlaku selama tiga bulan sejak putusan uji materi tersebut dikeluarkan, yakni 1 Agustus 2017. Dengan demikian, PM 26/2017 tidak lagi berlaku dan Kemenhub harus menyusun peraturan baru sebagai payung hukum pengoperasian taksi online.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement