REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menggelar rapat koordinasi mengenai sinkronisasi trase kereta ringan Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (LRT Jabodebek) dengan LRT Jakarta. Menurut Luhut, sinkronisasi trase itu harus dilakukan lantaran kedua proyek akan bersilangan di Dukuh Atas yang jadi stasiun sentral.
"Rapat LRT tadi, masih banyak yang dibahas. Tadi (dibahas) mengenai izin sinkronisasi antara LRT yang dibuat Jakpro dan LRT yang dari Cibubur. Jadi sinkronisasi mengenai trasenya di Dukuh Atas," kata Luhut di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Jumat (15/9).
LRT Jakarta merupakan proyek Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang digarap PT Jakarta Propertindo (Jakpro). LRT Jakarta meliputi tujuh koridor, yakni Kebayoran Lama-Kelapa Gading (21,6 kilometer), Tanah Abang-Pulomas (17,6 kilometer), Joglo-Tanah Abang (11 kilometer), Puri Kembangan-Tanah Abang (9,3 kilometer), Pesing-Kelapa Gading (20,7 kilometer), Pesing-Bandara Soekarno-Hatta (18,5 kilometer), dan Cempaka Putih-Ancol (10 kilometer).
Sementara itu, pemerintah pusat juga membangun LRT Jabodebek di mana PT Adhi Karya (Persero) Tbk ditunjuk menjadi kontraktornya. Rute LRT Jabodebek meliputi Cawang-Cibubur, Cawang-Kuningan-Dukuh Atas, Cawang-Bekasi Timur, Dukuh Atas-Senayan, Cibubur- Bogor, dan Palmerah-Bogor.
"Nanti bagaimana pertemuan (trase), siapa yang langsung ke Palmerah, siapa yang berhenti di situ. Selasa (19/9) kami putuskan bagaimana persilangannya," ujar Luhut.
Khusus untuk proyek LRT Jabodebek yang dikawal di bawah koordinasi kementeriannya, Luhut mengatakan masih terus melakukan penghitungan investasi. Lantaran proyek tersebut menggunakan skema bisnis baru, ia menilai semua urusan yang terkait haruslah jelas dan rinci.
"Ini kan baru, pengalaman pertama, jadi semua harus detil jangan sampai ada yang salah. Legalnya jangan salah, hitung-hitungannya juga jangan salah," katanya.
Proyek LRT Jabodebek dikerjakan oleh PT Adhi Karya Tbk (Persero) sebagai kontraktor dan PT KAI (Persero) sebagai investor sekaligus operator. Dana yang dibutuhkan untuk proyek tersebut mencapai Rp 26,7 triliun yang terdiri atas anggaran negara melalui penyertaan modal negara (PMN) dan kredit perbankan. Pemerintah menanggung sekitar Rp 9 triliun dan sisanya didapatkan dari kredit perbankan dari Bank Mandiri, BRI, BNI, CIMB Niaga dan BCA.