REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Ekonom, British Proteleum (BP) Global Spancer Dale mengatakan bahwa penggunaan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesa naik 7,1 persen dibandingkan total bauran energi 10 tahun terakhir yang hanya 4,7 persen. Dale mengatakan perkembangan energi berbasis energi terbarukan di Indonesia pada 2016 menjadi prestasi dibandingkan dengan sebelumnya.
Dale mengatakan salah satu penyumbang meningkatnya posisi EBT tersebut dari tumbuhnya pemanfaatan energi air (hydro) sebesar 4,8 persen pada 2016. Sedangkan Intensitas energi atau jumlah energi yang dibutuhkan per unit PDB meningkat sebesar 0,8 persen pada tahun 2016, dibandingkan dengan penurunan tahunan rata-rata 2,6 persen selama 10 tahun terakhir.
"Ini salah satu langkah baik bagi Indonesia," ujar Dale di Kementerian ESDM, Kamis (14/9).
Meski penggunaan EBT di Indonesia naik, disisi lain Dale masih memberi catatan. Catatan ini salah satunya adalah Indonesia secara bertahap harus bisa melepaskan ketergantungan pada energi primer yang menggunakan minyak dan gas. Sebab, pada 2016 lalu, Indonesia menyumbang CO2 yang cukup tinggi.
Hal ini menurut Dale jauh dari komitmen Indonesia untuk bisa menurunkan tingkat emisi karbon sebesar 29 persen pada kesepakatan paris tahun lalu. Dale mengatakan masifnya penggunaan energi primer di Indonesia menyebabkan emisi karbon Tanah Air masih cukup tinggi.
"Kami mencatat emisi CO2 Indonesia dari penggunaan energi meningkat 7,6 persen pada 2016," ujar Dale.
Dale mengatakan Angka ini meningkat lebih dari dua kali lipat dari rata-rata 10 tahun sebesar 3,7 persen. Dale menilai, pemerintah Indonesia perlu melakukan evaluasi terhadap hal ini. Upaya untuk bisa menrunkan emisi karbon ini bisa melalui berbagai sektor, antara lain sektor kehutanan, pertanian, energi, transportasi, dan industri.
Advertisement