Kamis 07 Sep 2017 18:02 WIB

Pedagang Sebut HET Beras Belum Bisa Diberlakukan

Red: Nur Aini
Aktivitas di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Ahad (3/9).Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komiditi beras yang mulai diberlakukan sejak Jumat (1/9).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Aktivitas di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Ahad (3/9).Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komiditi beras yang mulai diberlakukan sejak Jumat (1/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur menilai pengaturan harga eceran tertinggi (HET) untuk beras sebagai kebijakan yang bagus, tetapi belum bisa diberlakukan dalam waktu dekat.

"Pemerintah harus terlebih dahulu harga pasaran gabah berapa, harga beras berapa. Kalau memang pemerintah mau menalangi petani, barangkali bisa diberlakukan," kata Itri, salah satu pedagang di Pasar Induk Beras Cipinang di Jakarta, Kamis (7/9).

Itri mengatakan ada banyak hal yang membuat kebijakan HET terhadap beras belum bisa diberlakukan dalam waktu dekat. Salah satu penyebabnya adalah kualitas beras yang tidak sama. "Beras dari jenis yang sama, kualitasnya antara daerah satu dengan yang lain bisa berbeda. Bergantung kondisi tanah dan perlakuan petani," tuturnya.

Selain itu, proses padi menjadi beras hingga distribusi ke pasar masih dilakukan secara individu oleh petani, pemasok dan pedagang. Bila seluruh proses itu bisa dikendalikan oleh pemerintah, Itri menilai kebijakan HET bisa diberlakukan.

Sementara itu, Rojikin, pedagang lain di Pasar Induk Beras Cipinang mengeluhkan pemberlakuan HET beras yang ditetapkan Kementerian Perdagangan menyebabkan harga beras di pasaran menjadi kacau. "Pemasok beras dari daerah jadi mengacu pada HET beras premium. Padahal, rentang harga beras medium dan premium terlalu jauh," katanya.

Rojikin mengatakan pemasok dari berbagai daerah yang mengirimkan beras ke Pasar Induk Beras Cipinang, menawarkan harga terlalu tinggi kepada pedagang. Akibatnya, pedagang kesulitan menghitung untuk menetapkan harga jual.

Kementerian Perdagangan telah menerbitkan aturan tentang HET beras yang mengelompokkan beras ke dalam tiga jenis, yaitu medium, premium dan khusus. Beras medium adalah beras yang memiliki spesifikasi derajat sosok minimal 95 persen, kadar air maksimal 14 persen dan butir patah 25 persen. Beras medium dijual dalam bentuk curah atau kemasan dan wajib mencantumkan label medium dan HET pada kemasannya.

Beras premium adalah beras yang memiliki spesifikasi derajat sosok minimal 95 persen, kadar air maksimal 14 persen dan butir patah 15 persen. Beras premium dijual dalam bentuk curah atau kemasan dan wajib mencantumkan label premium dan HET pada kemasannya.

Sedangkan kriteria beras khusus akan diatur oleh Kementerian Pertanian. Jenis beras khusus adalah beras thai hom mali, japonica, basmati, ketan, beras organik, dan beras bersertifikat. HET untuk beras medium untuk setiap kilogram adalah Rp9.450 (Jawa, Lampung, Sumsel); Rp9.950 (Sumatera); Rp9.450 (Bali, NTB); Rp9.950 (NTT); Rp9.450 (Sulawesi); Rp9.950 (Kalimantan); Rp10.250 (Maluku) dan Rp10.250 (Papua).

Sedangkan HET untuk beras premium untuk setiap kilogram adalah Rp12.800 (Jawa, Lampung, Sumsel); Rp13.300 (Sumatera); Rp12.800 (Bali, NTB); Rp13.300 (NTT); Rp12.800 (Sulawesi); Rp13.300 (Kalimantan); Rp13.600 (Maluku) dan Rp13.600 (Papua).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement