REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN) masih mengkaji rencana adanya asuransi untuk pengangguran (unemployment insurance), sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia.
"Kita coba mencari cara mengurangi poverty (kemiskinan) dan inequality (ketimpangan). Kalau mencontoh negara maju, ada yang namanya 'unemployment benefit'. Tentunya ini harus dilihat dulu 'case (kasus) Indonesia, makanya kita kaji dulu apakah ini mekanisme yang paling bagus untuk mengurangi ketimpangan tadi," kata Menteri PPN Bambang Brodjonegoro usai menghadiri acara International Conference on Indonesian Economy and Development (ICIED) di Jakarta, Senin (14/8).
Sebelumnya, pada akhir tahun lalu, Kementerian PPN sempat menggelar diskusi dengan berbagai pihak terkait baik dari pemerintah, pengusaha, pakar, masyarakat, dan pihak terkait lainnya, membahas wacana asuransi bagi penganggur tersebut. Kementerian menyebutkan, asuransi pengangguran dapat menjadi semacam 'bantalan' bagi para pekerja saat mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan atau institusi tempatnya bekerja.
Bambang sebelumnya sempat menuturkan pengalamannya mempelajari asuransi bagi pengangguran di Australia. Ada dampak negatif dari asuransi pengangguran karena para penganggur justru menjadi malas bekerja karena sudah adanya dana tersebut.
"Ada syarat dalam setiap tiga bulan mendaftar di bursa kerja, tapi ya akhirnya daftar-daftar saja. Akhirnya tidak ada yang mau kerja, karena lebih nyaman dapat unemployment benefit tadi," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Bambang, perlu ada perhitungan yang pas agar asuransi pengangguran tersebut benar-benar dapat bermanfaat bagi para penganggur yang tengah mencari pekerjaan baru. "Maka perlu ada hitungan berapa persen dari APBN dan ada batasnya. Kami beri unemployment benefit agar mereka bisa menjaga keluarga sampai mendapatkan pekerjaan," kata Bambang