REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2017 sebesar 5,01 persen (yoy), sama dengan kuartal sebelumnya. Kinerja ekspor yang tumbuh lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya dinilai membutuhkan insentif dari pemerintah untuk kembali naik.
''Kinerja ekonomi Indonesia triwulan kedua ini bisa dikatakan stabil, namun terbuka peluang untuk ditingkatkan,'' kata Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta, menanggapi pengumuman kinerja ekonomi kuartal II-2017 yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (7/8).
Berdasarkan data yang disampaikan oleh BPS, telah terjadi perlambatan pada pertumbuhan ekspor, yang hanya mencapai 3,36 persen. Sedangkan pada kuartal 1 2017, pertumbuhan ekspor cukup tinggi, yaitu 8,21 persen (yoy). Sementara faktor pendorong pertumbuhan lainnya bergerak positif.
Pada kuartal kedua tersebut, belanja pemerintah juga belum maksimal. Kendati tumbuh positif dibandingkan kuartal sebelumnya, tetapi dibandingkan kuartal II 2016 justru -1,93 persen (YoY). Sementara kuartal I 2017 terhadap periode yang sama tahun sebelumnya tumbuh 2,68 persen.
''Di tengah keterbatasan fiskal, pemerintah harus mendorong perdagangan agar ekspor kita dapat tumbuh positif,'' ujar Arif.
Untuk mendukung kinerja ekspor tersebut, pemerintah harus lebih mendorong diplomasi perdagangan melalui perwakilan-perwakilan Indonesia di negara sahabat. Melalui diplomasi tersebut, diharapkan mampu meningkatkan ekspor baik secara langsung maupun kerja sama perdagangan (counter trade).
Ia meminta, pemerintah tidak sungkan memberikan insentif ekspor pada dunia usaha agar ekonomi dalam negeri ikut bergairah, terutama bagi industri yang menggunakan tenaga kerja besar. Untuk mendukung peningkatan dunia usaha di sektor riil tersebut, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah diharapkan mampu memberikan dukungan yang kondusif. Dengan harapan, kondisi tersebut mampu menjadi pengungkit gairah dunia usaha.
Menurutnya, bergairahnya dunia usaha akan memberikan dampak lanjutan yang sangat positif. Misalnya, kata Arif, penyerapan tenaga kerja, peningkatan konsumsi rumah tangga, serta potensi meningkatnya penerimaan negara.
Selain itu, pemerintah dinilai juga perlu merumuskan stimulus fiskal yang efektif dan mendukung produktivitas dunia usaha. ''Jangan sampai ada kebijakan yang kontraproduktif dalam upaya mendukung dunia usaha,'' ucap dia.