REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Perekonomian Sumatra Barat (Sumbar) tercatat melambat pada kuartal kedua tahun 2017 ini menjadi 5,32 persen. Pada kuartal kedua tahun lalu, ekonomi negeri Minangkabau ini mencapai 5,85 persen.
Perlambatan kali ini disebabkan oleh penurunan produksi pertanian dan perkebunan akibat pergeseran musim panen. Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar merilis, lapangan usaha pertanian hanya mampu tumbuh 4,81 persen di kuartal II 2017. Padahal, kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai 23,8 persen.
Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha informasi dan komunikasi sebesar 9,67 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, komponen ekspor luar negeri mampu memimpin dengan angka pertumbuhan 27,04 persen.
Bila dirinci lebih dalam, dari sisi produksi menunjukkan adanya pertumbuhan sektor pertanian yang positif sebesar 1,1 persen. Hal ini ditandai dengan meningkatnya produksi jagung dan padi dibandingkan kuartal sebelumnya.
Sementara itu, perdagangan juga tumbuh 0,94 persen, jauh di atas kuartal I 2017 yang hanya tumbuh 0,74 persen. Tingginya pertumbuhan perdagangan pada kuartal II didorong pula oleh momentum Ramadhan dan Lebaran yang secara otomatis akan mendongkrak konsumsi rumah tangga.
Sementara itu, jasa perantara kauangan juga tumbuh positif ditandai dengan tingginya suku bunga kredit. Lapangan usaha transportasi dan pergudangan tumbuh lebih tinggi pada kuartal kali ini lantaran didukung libur Lebaran dan tradisi mudik yang meningkatkan jumlah penumpang angkutan udara.
Sektor informasi dan komunikasi juga mencatatkan pertumbuhan positif dengan tingginya penggunaan data seluler terutama sepanjang musim Lebaran.
Di sisi pengeluaran, BPS mengklaim daya beli masyarakat masih terjaga. Kepala BPS Sumatra Barat Sukardi menyebutkan konsumsi rumah tangga masih sanggup positif sebesar 4,59 persen. Konsumsi rumah tangga sendiri, seperti pola struktur PDRB sebelum-sebelumnya, menguasai lebih dari separuh porsi PDRB. Konsumsi rumah tangga tercatat menyumbangkan porsi hingga 52,23 persen.
"Utamanya didorong tumbuhnya kelompok konsumsi makanan dan minuman non beralkohol, serta pengeluaran untuk transportasi," ujar Sukardi di Kantor BPS Sumatra Barat, Senin (7/8).
Namun di sisi lain belanja pemerintah justru mengalami perlambatan pada kuartal kedua ini. Belanja barang tumbuh hanya 2,5 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, dan belanja pegawai justru mengalami kontraksi hingga 8 persen.
Wakil Gubernur Sumatra Barat Nasrul Abit mengakui pertumbuhan ekonomi Sumatra Barat tergolong lambat. Menurutnya, hal ini lantaran Sumatra Barat tidak memiliki sumber daya alam (SDA) andalan eskpor seperti daerah lain seperti Kalimantan Timur dengan batu bara dan minyak dan gasnya.
Akhirnya, Sumatra Barat harus pintar-pintar mendorong pertumbuhan dengan industri lainnya termasuk industri makanan dan minuman yang memang marak di Tanah Minang.
"Sumbar ini tidak ada SDA banyak sehingga kami andalkan SDM, sehingga pertumbuhan kita lambat. Namun perlu kita evaluasi," kata Nasrul saat menerima delegasi Bank Indonesia (BI) di Perpustkaan Provinsi Sumbar, Senin (7/8).
Nasrul menambahkan, fokus pemerintah daerah saat ini salah satunya adalah upaya untuk menekan inflasi sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga. Terjaganya daya beli diharapkan bisa mendorong konsumsi rumah tangga bisa tumbuh sehingga pertumbuhan ekonomi daerah bisa ikut terjaga.