Ahad 06 Aug 2017 13:25 WIB

Politikus Demokrat: Dana Haji untuk Infrastruktur Langgar UU

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Bayu Hermawan
Politikus Partai Demokrat, Khatibul Umam Wiranu.
Politikus Partai Demokrat, Khatibul Umam Wiranu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah menggunakan dana haji untuk investasi di bidang infrastruktur dinilai melanggar undang -undang No 34 tahun 2014. Sebab, dalam UU tersebut dana haji tidak boleh digunakan untuk mencari keuntungan.

''Pengelolaan dana haji harus akuntabel, nilai manfaat kehati -hatian, bersifat nirlaba. Sehingga tidak berorientasi profit,'' kata Anggota Komisi VIII DPR Khatibul Umam Wiranu, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Ahad (6/8).

Menurutnya, dana haji yang berjumlah sekitar Rp 95 triliun itu harus bermanfaat sebesar -besarnya untuk jemaah haji dan kemaslahatan umat Islam. Dana haji, lanjutnya, boleh diinvestasikan, namun harus sesuai dengan ketentuan syariah, harus diawasi ketat dan tidak menggunakan untuk bidang yang tidak produktif.

''UU dibuat agar jamaah haji pelayanannya lebih baik,'' ujarnya.

Sementara, fasilitas yang ada ada bagi jamaah haji saja dinilai masih belum memadai. Pemondokan dianggap kerap masih bermasalah, terutama persoalan listrik. Karena itu, lanjutnya, akan lebih bermanfaat jika dana haji digunakan untuk membangun asrama haji, bekerjasama dengan pemerintah Arab Saudi.

''Itu lebih konkret manfaatnya, ada kehati -haitan, likuiditas terjamin, sesuai syariat, dan pasti untung,'' katanya.

Apalagi, jika Indonesia memiliki asrama sendiri, bukan hanya jamaah haji yang mendapat manfaatnya. Namun, jumlah jamaah umrah yang cukup besar sekitar 800 ribu hinga 1 juta jamaah tiap tahun juga bisa memanfaatkannya.

Dari sisi transportasi pun, Khatibul menilai masih suka menemui sejumlah persoalan, karena kerap mogok atau AC mati. Padahal, suhu di Saudi cukup panas, sehingga hal tersebut tentu akan menggangu jamaah.

''Dua hali ini yang menggambarkan itulah bermanfaat yang sebesar -besarnya untuk jamah haji dan umat Islam,'' tambahnya.

Namun, bila Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan pemerintah tetap ingin menggunakan dana haji untuk infrastruktur, harus diperhatikan akad dana haji. Karena kalau calon jamaah haji hanya berniat setor ke bank dan menyimpan uanganya di bank, maka hal tersebut haram digunakan untuk investasi.

Oleh karenanya, jika BPKH ingin menginvestasikan dana haji, maka akadnya harus diubah, dan setiap tahun BPKH harus mengeluarkan akun virtual untuk menanyakan kepada jamaah apakah dananya boleh diinvestasikan. Karena dalam Islam tidak boleh ada akad tersebunyi.

''UU ini cukup hati hati, agar menghindari jamaah tidak sah, sebab ketika diinvestasikan berubah niat. BPKH wajib mengeluarkan virtual akun setiap tahun yang ditandatangani oleh penyetor,'' ujar Khatibul.

Karena itu, kalau dana haji secara langsung diambil untuk diinvestasikan demi infrastruktur, tidak boleh. Karena secara UU dan secara Islam itu haram.

Ketua Rabithah Haji Indonesia Ade Marfudin menilai, dibandingkan untuk jalan tol atau infrastruktur lainnya, lebih baik dana haji digunakan untuk menyelesaikan permasalahan haji yang setiap tahun muncul seperti pemondokan dan transportasi. Ia mencontohkan, Brunei Darussalam bahkan telah mengintrak sebuah laham selama 99 tahun untuk pemondokan.

''Dari dana optimalisasi ini, diletakan pada model investasi yang dekat dengan jamaah. Kebutuhan dari instrumen pada pemondokan itu pasti,'' jelas Ade.

Apalagi, pemondokan bisa digunakan untuk jamaah umrah yang setiap tahun jumlahnya lebih banyak daripada jamah haji. Selain fasilitas pemondokan, masalah yang selalu muncul adalah transportasi udara. Karena hampir 54 persen biaya haji terserap untuk transportasi udara.

''Lewat BPKH, apakah tidak mungkin investasi di bidang pesawat?'' ujar Ade.

Ade menambahkan, dana haji sangat penting digunakan untuk melakukan pembinaan calon jamaah haji, yang juga membutuhkan dana besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement