REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha-pengusaha muslim Indonesia yang tergabung sebagai kader Indonesia Islamic Business Forum (IIBF), mengeluhkan kendala struktur dan kultur nasional. Secara dua sisi itu, sistem ekonomi Indonesia seakan tidak mendukung pengusaha muslim untuk berkembang.
Presiden IIBF, Heppy Trenggono mengungkapkan walaupun kader dari IIBF sendiri adalah pengusaha muslim yang sudah sukses, tetapi jumlah total pengusaha muslim di Indonesia masih sangat sedikit sekali. Dan ada dua kendala yang dihadapi para pengusaha dari daerahnya masing-masing.
"Persoalan pengusaha muslim itu, pertama adalah desain ekonomi nasional tidak cukup untuk mendorong lahirnya pengusaha muslim untuk muncul. Kedua dari budaya masyarakatnya, dimana masyarakat kita tidak dididik untuk menggunakan produk bangsa sendiri," papar Heppy saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (4/8) sore.
Desain ekonomi nasional, dicontohkan Heppy, dari distribusi keuangan, dan bisa dilihat dari konteks perbankan. Ia mengatakan, bank syariah di Indonesia baru mencapai angka 20-30 persen. Dan bagi pengusaha-pengusaha muslim itu merupakan sebuah bahaya. Jadi dari akses desain ekonomi tidak kondusif.
Kemudian dari segi budaya, masyarakat Indonesia tidak diajarkan untuk menggunakan produk-produk dalam negeri. Sepertinya, bagi Heppy, semakin lama Indonesia justru semakin ketinggalan. Pengusaha-pengusaha UKM bahkan dibawah 20 persen.
"Itu persoalan besar untuk ekonomi kita. Secara struktur dan kultur itu tidak mendukung, jadi harus kita perjuangkan. Silatnas sebuah momentum dimana kader-kader IIBF, yang kami sebut pengusaha pejuang, selain silaturahmi nasional, kita ingin melakukan kontemplasi," jelas Heppy.
Pengusaha pejuang, artinya mereka ya pengusaha ya berjuang juga untuk agama dan bangsa dalam satu tarikan nafas, akan merenungi dimana posisi umat Islam saat ini, dalam percaturan ekonomi dan dalam percaturan politik.
Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, IIBF juga akan merenungi posisi bangsa Indonesia dalam globalisasi ini. Menurut Heppy, Indonesia semakin lama semakin terlihat tidak siap. Produk-produk yang berkembang justru produk orang-orang asing yang menguasai pasar, bukan produk dalam negeri.
"Makin banyak, kita melihat kondisi yang semakin jauh dengan cita-cita kemerdekaan. Kok makin lama proyek-proyek itu kok bukan anak-anak kita, tapi orang-orang asing, serbuan produk dari Cina dan sebagainya. Ini harus kita pikirkan dan sikapi," jelas peraih Tokoh Perubahan Republika 2011 itu.
Dengan melihat berbagai kondisi itu, maka Silaturahmi Nasional (Silatnas) ini, mengambil tema 'Saatnya Kita Bangkit'. Jika Indonesia paham posisinya, Heppy berharap agar spirit kebangkitan bisa ditanamkan pada seluruh pengusaha muslim Indonesia, terutama kader-kader IIBF.