Selasa 01 Aug 2017 15:32 WIB

Kenaikan Harga Garam tak Berdampak Inflasi

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Dwi Murdaningsih
Petani memanen garam di lahan garam desa Santing, Losarang, Indramayu, Jawa Barat, Senin (31/7).
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Petani memanen garam di lahan garam desa Santing, Losarang, Indramayu, Jawa Barat, Senin (31/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sebesar 0,22 persen pada Juli 2017.

Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan dengan adanya kelangkaan garam dan menyebabkan harganya naik tidak mempengaruhi inflasi.

"Harganya memang naik ya tetapi kami menghitung karena bobot garam itu kecil sekali hanya sekitar 0,00 sekian jadi tidak terlalu kelihatan," kata Suhariyanto di Kantor BPS, Selasa (1/8).

Dia menambahkan, bobot yang tidak begitu besar itu menurutnya tidak mengambil andil dalam inflasi yang tercatat pada Juli 2017. Sebab,lanjut Suhariyanto, untuk mengetahui angka inflasi tersebut pihaknya memperhatikan yang paling dominan saja.

Inflasi pada bulan Juli dipengaruhi oleh kenaikan sebagian besar indeks kelompor pengeluaran. Kelompok bahan makanan berkontrbusi 0,21 persen terhadap infasi. Sementara kelompok makanan seperti makanan jadi, munuman, rokok, dan tembakau berkontribusi sebesar 0,57 persen.

Kelompok sandang menyumbang 0,06 persen dari inflasi tersebut dan kesehatan menyumbangkan 0,15 persen. Sementara pendidikan, rekreasi, da nolahraga sebesar 0,62 persen. Suhariyanto menuturkan ada juga yang mengalami penurunan indeks yaitu transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,08 persen.

Beberapa komoditas yang menyebabkan kenaikan hargamenurut Suhariyanto terkait ikan segar, telur ayam, bawang merah, hingga tarif angkutanudara. Uang sekolah SD, SMA, dan tariff bimbingan belajar juga menjadi andil dalam inflasi saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement