Jumat 21 Jul 2017 21:42 WIB

Redenominasi tak Perlu Tergesa-gesa

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Bilal Ramadhan
Redenominasi
Foto: bank indonesia
Redenominasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Institute for Development Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira menilai, momentum redenominasi tidak bisa dilakukan tergesa gesa. Hal tersebut belajar dari negara yang berhasil seperti Turki, Rumania dan Argentina. Menurut dia, setidaknya ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan redenominasi yaitu nilai tukar stabil, inflasi terkendali dan fundamental perekonomian harus dalam kondisi yang baik.

"Dalam konteks saat ini, perekonomian Indonesia masih mengalami berbagai tantangan termasuk penurunan daya beli, dan rendahnya pertumbuhan industri pengolahan,'' kata Bhima, saat dihubungi, Jumat (21/7).

Sebab, katanya, pertumbuhan ekonomi juga masih berada di kisaran 5 persen, Inflasi sampai akhir tahun diprediksi mencapai 4.5 atau lebih tinggi dari tahun lalu. Nilai tukar juga beresiko melemah hingga Rp 13.500 di pengujung tahun 2017.

''Kalau redenominasi dilakukan secara terburu -buru, justru kepercayaan masyarakat menjadi menurun,'' ujar dia.

Bhima menjelaskan, redenominasi juga membutuhkan persiapan dan sosialisasi yang lama. Ia mencontohkan, Turki memulai pembahasan di 1995 dan mulai melaksanakan redenominasi di 2005, sehingga minimum persiapannya selama10 tahun.

Persiapan tersebut terutama berkaitan dengan sistem transaksi jasa keuangan, perusahaan dan lainnya. Karena transisi sistem ini cukup menelan biaya bagi pelaku usaha. Kemudian, masih ada sekelompok masyarakat yang menganggap redenominasi sebagai sanering atau pemotongan nilai mata uang.

Belajar dari pengalaman itu, Bhima menuturkan, edukasi ke masyarakat harus dilakukan bertahap terutama di pedesaan agar tidak menimbulkan gejolak. ''Waktu 10 tahun itu bisa digunakan untuk melakukan sosialisasi,'' jelas dia.

Bhima menambahkan, redenominasi juga perlu disertai penguatan daya beli. Sebab percuma kalau dilakukan redenominasi daya beli masyarakat dalam kondisi menurun. Ujungnya, kalau daya belinya lemah, nilai mata uang rupiah akan menurun, misalnya terhadap dolar setelah redenominasi.

Nilai intrinsik mata uang jauh lebih penting dibandingkan hanya perubahan nilai nominal. Belajar dari kegagalan Zimbabwe dan beberapa negara lain, poin pentingnya adalah memperkuat fundamental perekonomian.

"Sebelum bicara redenominasi, ekonomi kita sebaiknya tumbuh diatas 6 persen dulu,'' kata Bhima.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement