REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh Muhammadiyah Buya Syafi'i Maarif menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/7). Kedatangannya untuk membahas persoalan ketimpangan ekonomi.
"Persoalan pertama adalah ketimpangan ekonomi. Ini perlu cepat, pemerintah sudah bekerja, tapi harus dipercepat, sebab kalau tidak, ini timbul lagi nanti prahara sosial, Mei 1998. Itu kan hancur kita," kata Buya menjawab pertanyaan wartawan usai bertemu Presiden.
Mantan ketua umum PP Muhammadiyah ini mengakui saat ini Presiden sudah banyak mencabut izin penggunaan tanah oleh konglomerat. "Tanah yang dimiliki konglomerat sudah banyak yang dicabut, alhamdulillah," katanya.
Dia mengatakan bahwa UKM harus diberdayakan. Dia juga telah bicara dengan tiga konglomerat kelas 'hiu' atau pengusaha besar untuk memperdayakan masyarakat agar ketimpangan ekonomi hilang sehingga tidak menimbulkan gejolak sosial. "Enggak saya sebut nama. Saya bilang ini kalau ketimpangan dibiarkan begini, ngamuk rakyat nanti. Mereka paham betul," ungkapnya.
Buya berharap para konglomerat ini turun untuk menjalankan ide yang dilontarkan. Yyakni di setiap kabupaten dan kota, ada pengusaha yang punya komitmen kerakyatan sehingga pertumbuhan yang berkeadilan itu menjadi pedoman kita semua.
"Presiden sama persis dengan saya. Ini cocok omongnya. Ini kan sisa masa lampau semua. Sejak zaman Soeharto dulu. Jadi ada dua kekuatan yang pertama ketimpangan ini. Seperti jalan rumput kering yang rentan sekali dan bisa memicu macam-macam, pakai agama segala macam itu," katanya.
Sedangkan hal kedua yang dibahas dengan Presiden, Buya mengatakan, terkait paham radikalisme yang mengatasnamakan agama, seperti ISIS. "Orang-prang Indonesia yang Muslim menganggap karena mereka mengerti bahasa Arab, itu disangka mewakili agama. Enggak bisa, ini rongsokan. Masa dibiarkan begini, ya merusak di Filipina, merusak di mana-mana," katanya.
Buaya mengatakan negara-negara Arab saat ini kewalahan menghadapi kelompok-kelompok ISIS. Dia mengatakan ini kesalahan mereka semua karena tidak bisa mengantisipasi.
Ketika ditanya apakah pertemuan dengan Presiden membahas resuffle kabinet, Buya mengatakan tidak mambahas hal tersebut. "Saya enggak tanya itu. Enggak penting soalnya. Pokoknya komitmen ketimpangan ini yang perlu diperbaiki," katanya.