REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan berencana menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk gula tebu. Direktur Pelayanan Penyuluhan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengungkapkan petani agar tidak khawatir dengan rencana tersebut.
"Jadi petani jangan khawatir kita akan diskusikan dengan sebaiknya," kata Hestu di Balai Samudera, Kelapa Gading, Jakarta Selatan, Selasa (11/7).
Dia menegaskan, ke depannya akan mencarikan solusi yang terbaik bagi para petani tebu. Hestu juga menuturkan akan membahas hal itu lebih lanjut dengan Kementerian Keuangan agar diputuskan dengan baik dan tidak memberatkan petani tebu.
Sebab, kata Hestu, jika bebicara dari hilir tidak masalah karena selama ini gula sudah menjdi barang yang terkena PPN 10 persen. Hanya saja, ia mengakui, di hilir memang para petani tebu pasti merasa bertentangan jika penghasilannya dipotong PPN 10 persen. "Petani pasti merasa terbebankan meski ada harga patokan sehingga membuat bagian mereka berkurang," tutur Hestu.
Pungutan pajak 10 persen untuk gula tebu bermula dari gugatan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) ke Mahkamah Agung (MA) atas Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang impor dan atau penyerahan barang kena pajak yang bersifat strategis dan dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN).
Atas gugatan itu, Mahkamah Agung menerbitkan putusan Nomor 70P/HUM/2013 yang memerintahkan pemerintah merevisi PP Nomor 31 Tahun 2007 dengan memperluas barang kena pajak untuk produk pertanian termasuk perkebunan tebu. Dari keputusan itu, pemerintah menetapkan PPN 10 persen untuk gula tebu.