Sabtu 08 Jul 2017 17:48 WIB

PLN Bantah Pencabutan Subsidi Listrik Pengaruhi Inflasi

Rep: Kabul Astuti/ Red: Bayu Hermawan
 Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Satuan Unit Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka membantah pernyataan yang menyebut pencabutan subsidi listrik terhadap 18 juta rumah tangga pengguna 900 Volt Ampere (VA) mempengaruhi kenaikan inflasi Juni 2017.

Made menjelaskan inflasi secara umum adalah gejala kenaikan harga secara menyeluruh. Penyebabnya, jumlah uang yang beredar semakin banyak. Ia membantah bahwa pencabutan subsidi listrik menaikkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat.

Made menjelaskan pada saat pemerintah menerapkan kebijakan ini, jumlah uang yang digelontorkan pemerintah untuk membayar subsidi 18 juta rumah tangga golongan 900 VA tidak terjadi. Uang tersebut masuk ke dalam sistem perbankan sehingga menurutnya justru meredam laju inflasi.

"Tidak. Karena dia yang tadinya membayar listrik Rp 650 sekarang Rp 1352. Jumlah uang yang masuk ke dalam sistem perbankan semakin banyak," ujar Made di Warung Daun Jalan Cikini Raya, 26 Jakarta Pusat, Sabtu (7/7).

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengatakan pendapat tersebut secara teoritis masuk akal. Namun, ia menyanggah, fakta di lapangan tidak demikian.

Enny melihat, pelanggan pengguna 900 VA kebanyakan adalah pelaku usaha kecil menengah (UKM). Ketika ada kenaikan tarif listrik, para pelaku usaha pasti akan mengalihkan beban tersebut kepada harga produk.

Menurut Enny, teori ini terkonfirmasi oleh inflasi di sektor makanan jadi yang selama Juni 2017 mencapai 0,39 persen. "Artinya, betul bahwa tarif dasar listrik bagaimanapun mempunyai kontribusi terhadap inflasi sekaligus mempunyai kontribusi terhadap penurunan daya beli masyarakat," tegas Enny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement