REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) baru saja menerapkan Giro Wajib Minimum rata-rata atau GWM averaging pada 1 Juli lalu. Kebijakan itu dinilai dapat membantu manajemen likuiditas perbankan.
Pengamat Ekonomi dari Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengatakan, ada keuntungan maupun kekurangan bila GWM averaging diterapkan. Keuntungan itu di antaranya, bisa menciptakan money multiplier yang digunakan untuk mengukur jumlah uang beredar serta menciptakan money creation melalui kredit atau excess reserves.
Sedangkan kekurangannya, penerapan GWM averaging dapat menciptakan masalah likuiditas karena bank perlu berjaga-jaga dengan excess reserve. Kebijakan itu juga menciptakan ketidakpastian bagi bank. "Meski begitu, secara pengalaman di banyak Negara saat ini sangat efektif untuk mengatur likuiditas. Sangat membantu pula untuk mengatur cashflow," ujar Lana dalam diskusi di Jakarta, Senin, (3/7).
Menurutnya, ada tiga alasan mengapa GWM Averaging perlu diterapkan. Meliputi prudential, monetary control, serta liquidity management.
"Dari sisi liquidity management, penerapan GWM ini secara aktif membuat bank sentral bisa memobilisasi surplus reverse yang bisa berdampak pada perilaku bank terhadap suku bunga dan permintaan terhadap valuta asing," jelas Lana.
Lalu secara pasif, tambahnya, bank sentral bisa memfasilitasi short term liquidity management, sehingga bisa mengurangi suku bunga jangka pendek.