Senin 03 Jul 2017 16:25 WIB

BPS: Harga Pangan tak Lagi Menentukan Inflasi

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Inflasi, ilustrasi
Foto: Pengertian-Definisi.Blogspot.com
Inflasi, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) memandang harga pangan bukan lagi menjadi penyumbang terbesar inflasi, seperti pola yang terlihat pada inflasi di tahun-tahun sebelumnya. Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan, pembentukan satuan tugas (satgas) pangan menjadi salah satu solusi yang diberikan pemerintah untuk bisa menjaga harga bahan pangan strategis, terutama daging dan beras.

"Mendag dan Mentan turun tangan. Harga pangan lebih terkontrol dan bukan menjadi penyebab utama inflasi," ujar Suhariyanto di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (3/7).

Ia mengungkapkan, penyebab utama inflasi kini beralih kepada administered prices atau harga yang ditentukan pemerintah seperti penyesuaian harga listrik golongan 900 Volt Ampere (VA) dan kenaikan tarif angkutan transportasi berhubungan dengan musim mudik Lebaran.

"Penyebab utama inflasi kenaikan angkutan udara, antar kota dan penyesuaian tarif listrik 900 VA. Namun dampak kenaikan tarif listrik akan berakhir di sini," ujar Suhariyanto.

Artinya, BPS meyakini bahwa Juni ini bisa menjadi puncak inflasi sepanjang tahun ini, dengan catatan inflasi akhir tahun bertepatan dengan libur akhir tahun bisa dijaga oleh pemerintah. Paling tidak, keputusan pemerintah untuk menahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk tidak naik hingga September 2017 menjadi salah satu faktor yang meyakinkan bahwa tingkat inflasi bisa terjaga hingga akhir tahun. "Ini (Juni) peak-nya. Kalau yang perlu dijaga lagi Desember, Natal, dan Tahun Baru. Januari-Juni 2017, lebih terkendali," ujar Suhariyanto.

Selain itu, ia tidak mengkhawatirkan periode kenaikan kelas bagi murid sekolah akan berpengaruh banyak terhadap angka inflasi Juli-Agustus mendatang. Alasannya, berdasarkan pola tahunan, kenaikan kelas tidak menunjukkan adanya lonjakan inflasi yang signifikan. Tingkat inflasi yang bisa dijaga rendah dan ditambah dengan pemberian gaji ke-13 bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) diyakini bisa ikut menjaga daya beli masyarakat. "Justru (inflasi) Juli saya pikir lebih rendah dibanding Juni. Juli udah nggak ada dampak listrik," ujar Suhariyanto.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, nilai inflasi Juni lalu sebesar 0,69 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 129,72. Pada Mei lalu, inflasi tercatat sebesar 0,39 persen, lebih rendah dibanding inflasi Juni 2017. Dari 82 kota yang disurvei, 79 kota di antaranya mengalami inflasi dan hanya tiga kota yang mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Tual, Maluku dengan nilai 4,48 persen dan terendah terjadi di Merauke, Papua dengan angka 0,12 persen. Sementara deflasi tertinggi dialami oleh Singaraja, Bali dengan angka 0,64 persen dan deflasi terendah di Denpasar, Bali dengan nilai 0,001 persen.

Ketua BPS Suhariyanto menyebutkan, inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya seluruh indeks kelompok pengeluaran, yaitu kelompok bahan makanan sebesar 0,69 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,39 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,75 persen, kelompok sandang sebesar 0,78 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,34 persen, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga sebesar 0,07 persen, dan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 1,27 persen.

Sementara itu, tingkat inflasi tahun kalender (Januari–Juni) 2017 sebesar 2,38 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Juni 2017 terhadap Juni 2016) sebesar 4,37 persen. Komponen inti pada Juni 2017 mengalami inflasi sebesar 0,26 persen. Tingkat inflasi komponen inti tahun kalender (Januari–Juni) 2017 mengalami inflasi sebesar 1,59 persen dan tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun (Juni 2017 terhadap Juni 2016) sebesar 3,13 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement