Rabu 28 Jun 2017 07:18 WIB

Pengusaha Ritel: Tren Perlambatan Terjadi Sejak Awal Tahun

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
Penjaga menunggu pembeli di salah satu ritel penjualan pakaian di Pasar Baru, Jakarta Pusat. (ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Penjaga menunggu pembeli di salah satu ritel penjualan pakaian di Pasar Baru, Jakarta Pusat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebutkan pertumbuhan ritel sepanjang periode Ramadhan dan Lebaran tahun ini lebih rendah dibanding 2016. Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey menyebutkan, kalangan pengusaha ritel melihat adanya staganasi pertumbuhan ritel pada pekan pertama dan kedua Juni ini.

Ia memandang, secara umum pertumbuhan bisnis ritel akan sulit tembus di atas 5 persen pada Juni ini. "Meski tentunya kami berharap bisa tembus 5 persen karena ada THR (Tunjangan Hari Raya). Tapi, melihat awal Juni justru under-performed, sepertinya sulit," ujar Roy, Selasa (27/6).

Roy mengungkapkan bahwa kinerja pertumbuhan ritel yang melambat sudah terlihat sejak awal 2017. Aprindo mencatat, pertumbuhan ritel modern pada januari 2017 sebesar 4,4 persen. Angka ini kemudian menurun di Februari dengan angka pertumbuhan hanya sebesar 1,1 persen. Maret 2017 pertumbuhan ritel sempat melonjak ke angka 5,6 persen, namun kembali menurun ke angka 4,1 persen di April.

Bulan berikutnya, Mei, pertumbuhan ritel kembali terperosok ke angka 3,6 persen. Roy memprediksi, pertumbuhan ritel akan tumbuh lebih baik di bulan Juni lantaran tren tahunan yang selalu menunjukkan kenaikan di periode puasa dan Lebaran. Hanya saja, angkanya diyakini akan sulit menyentuh angka 5 persen.

"Perlambatan masih terjadi dan konsumsi belum recovery. Itu tercermin dari pertumbuhan ritel," katanya.

Sebagai pembanding, angka pertumbuhan ritel di bulan Mei 2016 lalu sempat menyentuh 11,1 persen. Angka tersebut terus tumbuh hingga Ramadhan dan Lebaran tahun lalu. Roy melihat bahwa masyarakat masih memandang belanja. Bahkan, ada pergeseran pola belanja oleh konsumen.

Bila dulu masyarakat berbelanja dalam jumlah besar untuk persediaan bulanan, saat ini masyarakat memilih untuk berbelaja hanya pada saat merasa ada yang perlu dibeli. Itu pun, lanjutnya, konsumen kadang memilih untuk berbelanja di pasar tradisional.

"Padahal kondisi makro ekonomi kita bagus. Jadi mengapa ini terjadi? Salah satunya ya karena gundah kondisi politik. Hulu oke, hilirnya goyah," jelas

sumber : Center
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement