REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR RI mengingatkan pemerintah untuk segera merampungkan peraturan turunan dari Undang Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Anggota Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifah mengatakan, pemerintah terlambat membuat aturan turunan dari UU tersebut karena sudah melewati tenggat waktu yang ditentukan pada 2016 lalu.
"Pemerintah ini agak lambat. Harusnya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) tahun kemarin juga sudah berdiri. Tapi sampai sekarang belum," ujar Ledia, ditemui di kawasan Tebet, Jakarta, Selasa (13/6) malam.
Ia khawatir, keterlambatan ini akan merugikan industri yang sudah serius bergerak ke arah halal. Karenanya, ia mendorong agar pemerintah segera menyelesaikan kewajibannya tersebut.
"Kalau (tugas) DPR sudah selesai begitu diundangkan. Sekarang tinggal dari pemerintah," ujarnya.
Terlepas dari hal itu, Ledia juga menyoroti kewajiban mengenai sosialisasi produk halal yang diamanatkan Undang-Undang JPH. Dalam UU disebutkan bahwa Kementerian Agama yang bertugas melakukan sosialisasi pada masyarakat mengenai urgensi produk halal.
Namun, menurutnya, anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk kegiatan itu juga amat terbatas. Oleh karena itu, menurut Ledia, banyak komunitas yang ikut turun melakukan sosialisasi. "Termasuk beberapa anggota dewan sudah insiatif lakukan sosialisasi di reses. Kita undang pakar untuk bangun kesadaran produk halal," tuturnya.
Undang-Undang mengenai jaminan produk halal sendiri telah disahkan sejak tahun 2014. Ia merupakan instrumen hukum yang bertujuan memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan dan kepastian produk halal. Setelah sah diundangkan, pemerintah melalui Kementerian Agama wajib membuat peraturan turunan dari UU tersebut dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).