Selasa 13 Jun 2017 06:14 WIB

OJK akan Terbitkan Aturan untuk Konglomerasi Keuangan

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Budi Raharjo
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menerbitkan Peraturan OJK (POJK) tentang Perusahaan induk konglomerasi Keuangan (PIKK). Nantinya Konglomerasi Keuangan (KK) diwajibkan memiliki perusahaan induk atau holding company serta membuat definisi baru mengenai KK.

Deputi Komisioner Pengawasan Terintegrasi Agus Edy Siregar mengatakan, POJK tersebut merupakan salah satu implementasi dari rancang bangun pengawasan terintegrasi. Rancang bangun itu terbungkus dalam Roadmap Pengawasan Terintegrasi OJK 2017-2019 yang juga bakal segera dikeluarkan.

"Pada Roadmap tersebut, OJK akan melengkapi dan memperkuat kebijakan pengawasan terintegrasi, mengembangkan sistem dan metodologi pengawasan terintegrasi, serta memperkuat implementasi pengawasan terintegrasi," jelasnya kepada wartawan di kantor OJK, Senin, (12/6).

Ia menambahkan, aturan pembentukan PIKK dan perubahan definisi KK untuk melengkapi sekaligus memperkuat kebijakan pengawasan terintegrasi terhadap KK. Edy menjelaskan, aturan tentang pembentukan PIKK didasari oleh masukan dari industri dan dari hasil penelitian terhadap praktik yang berlaku di beberapa negara lain.

"Konsep Entitas Utama (EU) yang digunakan saat ini memiliki keterbatasan, yaitu EU tidak mempunyai kendali terhadap Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lain anggota Kk, sehingga sulit dalam menerapkan manajemen risiko, tata kelola, dan permodalan terintegrasi," tuturnya.

Dalam rancangan POJK tentang PIKK, Pemegang Saham Pengendali atau Pemegang Saham Pengendali Terakhir, kata Edy, wajib membentuk PIKK. Dengan begitu, penerapan ketentuan ini mungkin mengakibatkan perubahan struktur kepemilikan terutama bila ada LJK yang tidak dimiliki secara langsung maupun tidak langsung oleh entitas yang ditunjuk sebagai PIKK.

"Rancangan POJK ini akan dilengkapi dengan pedoman pelaksanaan terkait proses penetapan PIKK," tambah Edy.

Ia mengatakan, PIKK bisa berupa salah satu LJK dalam KK atau dapat pula entitas non LJK, baik yang sudah ada maupun baru dibentuk. Bila calon PIKK berupa entitas non LJK, maka akan dinyatakan dulu sebagai LJK lainnya oleh OJK seperti diatur pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. Dengan begitu, ujar Edy, tunduk kepada dan diawasi oleh OJK. Selanjutnya LJK tersebut akan ditetapkan sebagai PIKK.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menyatakan, dengan POJK tentang PIKK itu, pengawasan KK akan semakin baik. "Kami ingin meningkatkan awareness di dalam grup. Jika salah satu anggota grup sakit, akan sakit semua," ujarnya kepada wartawan.

Menurutnya, meski LJK hanya berupa anak usaha, namun harus tetap dikelola profesional. "Persoalan bisa datang juga dari anak perusahaan," tambah Muliaman.

Berdasarkan rancangan POJK baru tersebut, suatu grup LJK baru dinyatakan perusahaan asuransi dan reasuransi, perusahan efek, dan atau perusahaan pembiayaan, serta KK bila memiliki total aset minimal Rp 2 triliun. Dari kriteria itu, ada 48 KK dengan total aset Rp 5.915 triliun atau 67,52 persen dari total aset keseluruhan LJK pada 31 Desember 2016. 

sumber : Center
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement