Senin 05 Jun 2017 16:02 WIB

Harga Bawang Putih Tetap Tinggi, Ini Dua Penyebabnya

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Nur Aini
 Pekerja menata bawang putih saat dilaksanakananya operasi pasar komoditas bawang putih di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (1/6).
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja menata bawang putih saat dilaksanakananya operasi pasar komoditas bawang putih di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (1/6).

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Harga bawang putih masih tetap mahal meskipun pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan impor. Pengamat Ekonomi UGM Ahmad Akbar menjelaskan, hanya ada dua kemungkinan yang melatarbelakangi tingginya harga komoditas tersebut.

"Pertama, bisa karena barang impornya belum sampai ke pasar. Kedua, barangnya sudah ada, tapi ada permainan dari pihak-pihak nakal di pasar. Jadi penjualan barangnya ditunda" kata dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM itu pada Republika.co.id, Senin (5/6).

Adapun permainan nakal yang dimaksud adalah penimbunan barang. Di mana para pedagang sengaja menahan penjualan bawang putih sampai pada harga tertentu. Jika harganya sudah sangat tinggi, barulah mereka melepas komoditas tersebut ke pasar. Tindakan itu, menurut Ahmad, dilakukan agar para pedagang memperoleh keuntungan yang lebih besar.

Ia mengemukakan, setiap pedagang di berbagai tingkatan dapat melakukan tindakan curang tersebut baik importir, pedagang besar, dan pedagang kecil. "Semuanya berpotensi untuk melakukan kecurangan," kata Ahmad.

Meski begitu, ia tidak bisa menentukan faktor manakah yang lebih dominan dalam mempengaruhi tingginya harga bawang putih. Karena untuk memastikan penyebab mahalnya suatu komoditas di pasar diperlukan survei terlebih dulu. Di sisi lain, kondisi pasar di berbagai daerah juga berbeda-beda.

Ahmad menilai, sebenarnya kenaikan harga komoditas saat Ramadhan merupakan fenomena yang wajar dan selalu terulang secara rutin setiap tahun. Maka itu seharusnya pemerintah sudah bisa mengantisipasi kenaikan harga dengan baik. Setidaknya ada dua hal yang harus pemerintah lakukan selama bulan Ramadhan. Pertama memastikan barang-barang di pasar terdistribusikan dengan baik. Kedua menegakkan peraturan untuk mencegah terjadinya penimbunan.

Sementara itu, Ahmad mengimbau agar masyarakat tetap tenang. "Kita tidak perlu panik berlebihan, sampai belanja ini itu terlalu banyak," ujarnya. Karena ekspektasi berlebihan dari masyarakat juga dapat menjadi faktor pendorong inflasi.

Walaupun harga barang kebutuhan pokok saat ini tinggi, Ahmad berpendapat bahwa pasar masih dalam kondisi normal. Bahkan ia menilai fluktuasi inflasi tahun ini akan jauh lebih baik dari tahun lalu. Inflasi tidak hanya menumpuk pada satu periode, melainkan akan terdistibusi dengan merata pada Mei, Juni, dan Juli. "Ya lebih baik, karena inflasinya dicicil. Kalau tahun lalu kan inflasi numpuk di bulan Juni. Sekarang jauh lebih merata," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement