REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah kerap menyerukan over supply komoditas jagung dan bahkan telah menekan impor. Namun, kenyataannya peternak UMKM tidak mudah memperoleh jagung yang merupakan bahan pakan tersebut.
Anggota Pokja Dewan Ahli Ketahanan Pangan Khudori mengatakan, sejak tahun lalu Badan Pusat Statistik (BPS) tidak merilis data pangan, begitu juga dengan tahun ini. Sebab, kata dia, BPS tengah berkonsentrasi memperbaiki proses pengumpulan data.
Sementara untuk memenuhi kebutuhan data dalam pekerjaan, Kementerian teknis atau lembaga boleh mengeluarkan data. "Tapi bukan data yang dirilis publik, melainkan digunakan untuk internal," ujar dia dalam Forum Diskusi Publik di Hotel Pomelotel, Selasa (23/5).
Ia melanjutkan, selama ini Kementerian Pertanian sering melakukan pengumpulan data namun proses nya masih harus diperbaiki. Perolehan data dilakukan bukan melalui survey atau pengecekan langsung ke lapangan, melainkan perhitungan pandangan mata. "Sangat besar sekali biasnya," katanya.
Menanggapi tidak adanya impor jagung pengamat pertanian sekaligus guru besar Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa menilai ada keanehan yakni meningkatnya impor gandum. "Ada kenaikan impor gandum hingga 3,2 juta ton," ujar dia.
Ia menegaskan berdasarkan perhitungannya sebagai akademisi, pemerintah perlu melakukan impor jagung tahun ini karena diprediksi defisit jagung sebesar 1,3 hingga 1,5 juta ton.