Jumat 19 May 2017 04:11 WIB

Daya Serap Gabah Bulog Merosot

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Budi Raharjo
 petani tengah menjemur gabah keringnya.
Foto: Antara/Fiqman Sunandar
petani tengah menjemur gabah keringnya.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kemampuan serap gabah petani Badan Urusan Logistik (Bulog) turun drastis 50 persen dibanding periode sebelumnya. Penurunan kinerja Bulog tersebut terlihat dari masih banyaknya petani yang menjerit karena gabah tidak laku terjual.

"Sementara pihak Bulog belum juga ada yang turun ke lapangan untuk membeli gabah petani sesuai harga pembelian pemerintah (HPP)," kata seorang petani di Karawang, Jufri, melalui siaran tertulis, Kamis (18/5). Seharusnya, ia melanjutkan, ketika harga gabah anjok, Bulog turun untuk membeli gabah kami.

Menurutnya, ia telah berusaha keras menanam padi. Sebab, dirinya sebagai petani dijanjikan pemerintah akan membeli hasil panen mereka. Namun saat panen, hasilnya tidak laku dijual sementara para tengkulak datang membeli dengan harga sangat murah.

Hal serupa dialami para petani di Kecamatan Kradenan. "Susah Pak, kami hanya bisa menerima keadaan ketika harga anjlok seperti ini. Inginnya kami setelah panen langsung dijual namun harganya sangat rendah," ujar Parto.

Jika tidak segera laku, ia takut gabah akan membusuk karena kondisi cuaca buruk. Panas matahari tidak muncul untuk mengeringkan gabah.

Demikian pula yang dirasakan para petani di Kabupaten Sragen. Selain hasil panen yang kurang maksimal akibat serangan hama wereng, harga gabah juga anjlok jauh di bawah harga pembelian pemerintah (HPP).

"Banyak petani mengeluh karena hasil panen tidak seperti yang diharapkan. Sudah habis dimakan wereng, harga jual gabah juga anjlok dan tidak bisa  nutup biaya produksi," ujar Dasiman, salah seorang petani di Desa Bener, Kecamatan Ngrampal, Sragen.

Petani penggarap itu mengaku tidak mendapat keuntungan sama sekali dalam panen kali ini. Hasil panen sawah seluas sepertiga hektare atau satu pathok yang digarap hanya laku dijual seharga Rp 6,5 juta. Sedangkan biaya produksi yang dikeluarkan selama ini sekitar Rp 3 juta.

"Separuh dari harga jual gabah saya serahkan ke pemilik sawah, karena saya hanya petani penggarap. Jadi hasilnya paron," ujarnya.

Salah satu petani di Kampung Koleberes, Kelurahan Dayeuhluhur, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi Udin Saefudin, menyebutkan, turunnya harga gabah memang sudah menjadi tren ketika musim panen.

Ia tidak menyangka harga gabah turun hingga Rp 1.000 per kilogram (kg). Harga gabah yang sebelumnya menembus Rp 4.200 per kg, kini berada pada angka Rp 3.200 per kg.

Penurunan kinerja Bulog ini diakui Perum Bulog Sub Drive Cirebon. Menurut Kasi Pengadaan Bulog Cirebon, Dadang Unanda hingga April 2017 ini, Perum Bulog Sub Drive Cirebon baru bisa menyerap gabah sebanyak 17.500 ton atau 13 persen dari target prognosa sebanyak 150.500 ton setara beras.

Padahal, penyerapan yang dilakukan Bulog hingga posisi bulan yang sama 2016 lalu, telah menyerap sebanyak 33.000 ton setara beras. "Sampai dengan April 2017, target prognosa akhir tahun baru terserap 13 persennya atau terserap hingga 17.500 ton setara beras," ujar Dadang.

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Agung Hendriadi menegaskan kondisi tersebut seharusnya tidak terjadi, mengingat pemerintah telah menjamin penyerapan seluruh hasil gabah petani bila harga di bawah HPP. "Apalagi komitmen tersebut merupakan perintah langsung dari Presiden Joko Widodo," kata Agung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement