Senin 15 May 2017 18:26 WIB

PLN: Subsidi Listrik Dicabut untuk Biayai Elektrifikasi Indonesia Timur

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nur Aini
Listrik Padam (ilustrasi)
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Listrik Padam (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Perencanaan Korporat PT PLN, Nicke Widyawati mengatakan salah satu alasan pemangkasan subsidi oleh PLN terhadap pelanggan 900 VA adalah pengalokasian dana untuk elektrifikasi Indonesia timur.

Menurutnya, penghematan yang bisa dilakukan oleh PLN dari pencabutan subsidi pada 2016 kemarin sebesar Rp 22 triliun. Dana tersebut kemudian dialokasikan oleh PLN untuk bisa mengejar target elektrifikasi Indonesia. Pada 2017 hingga 2019, kata dia, PLN ingin fokus pada meningkatkan elektrifikasi di Papua dan Maluku. Masing-masing wilayah tersebut dinilai membutuhkan anggaran yang tak sedikit. Untuk 2017 ini saja, Papua membutuhkan dana sebesar Rp 1,8 triliun untuk elektrifikasi. Sedangkan elektrifikasi pada 2018, PLN membutuhkan Rp 1,85 triliun dan pada 2019 sebesar Rp 2,28 triliun.

"Penurunan subsidi itu yang dananya kita gunakan untuk ini. Jadi listrik berkeadilan. Jadi subsidi yang tadinya dinikmati oleh yang punya penghasilan cukup, kita gunakan untuk yang masih gelap gulita. Jadi ini program kita. Ini satu pasang sebetulnya, subsidi tepat sasaran dan listrik berkeadilan," ujar Nicke di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (15/5).

Nicke mengatakan dari total dana yang dialokasikan untuk elektrifikasi Indonesia Timur tersebut setidaknya PLN menargetkan sekitar 1.273 desa bisa teraliri listrik. Sedangkan pada 2017 ini, PLN akan fokus di 365 desa dengan total investasi Rp 1,81 triliun.

Dana tersebut nantinya difokuskan untuk pembangunan transmisi. Nicke menjelaskan, ada tiga skema yang akan diterapkan untuk meningkatkan elektrifikasi di Indonesia Timur. Skema pertama dengan pembuatan pembangkiit listrik, lalu ada pembangunan transmisi untuk kelompok dan pembuatan tower untuk wilayah yang lebih kecil lagi.

"Transmisinya sudah 60 persen. Untuk di Papua yang banyak kita bangun itu transmisi, karena jarak antara satu cluster atau satu populasi itu jauh sekali. Sehingga yang kita perlukan adalah kita hitung. Kalau jaraknya di bawah 500 m, kita bangun jaringan. Tapi kaau di atas itu, kita bangun lagi pembangkitnya," ujar Nicke.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement