Kamis 11 May 2017 15:05 WIB

Pengusaha: Pasar Global Pemicu Turunnya Ekspor CPO Indonesia

Rep: Frederikus Bata/ Red: Nidia Zuraya
Buah Kelapa Sawit dan minyak yang dihasilkan (ilustrasi)
Foto: INHABITAT.COM
Buah Kelapa Sawit dan minyak yang dihasilkan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencermati ekspor minyak sawit tanah air yang terus menunjukkan trend penurunan sejak dua bulan terakhir. Gapki menilai penurunan ekspor ini dipicu oleh tingginya bea keluar pada Februari lalu. 

"Pada Maret ini permintaan pasar global menunjukkan perlambatan, sehingga bea keluar yang sudah turun ke 3 dolar AS per metrik ton tetap tidak mampu mengerek ekspor," kata juru bicara Gapki, Tofan Mahdi lewat siaran pers, Kamis (11/5).

Ekspor minyak sawit Indonesia termasuk biodiesel dan produk oleochemical, jelas Tofan  mencatatkan penurunan sebesar 5 persen  atau dari 2,66 Juta ton pada Februari tergerus menjadi 2,53 juta ton pada Maret ini. Meski demikian, kinerja ekspor minyak sawit Indonesia termasuk biodiesel dan oleochemical untuk kuartal I 2017 masih tetap tercatat meningkat 23,5 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. 

Pada kuartal pertama 2017, ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 8,02 juta ton dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 yang hanya mampu mencapai 6,49 juta ton. "Angka ini menunjukkan bahwa ekspor minyak sawit Indonesia masih tumbuh positif dan ini tidak terlepas dari kebutuhan konsumsi minyak nabati dunia yang terus meningkat seiring meningkatnya populasi," tutur Tofan.

Di sisi lain, kinerja produksi minyak sawit Indonesia pada Maret ini naik mencapai 10 persen atau dari 2,6 juta ton pada Februari terkerek menjadi 2,9 juta ton pada Maret ini. Sementara itu, stok minyak sawit Indonesia masih terus menunjukkan trend penurunan meskipun produksi sudah mulai naik. Hal ini karena ekspor minyak sawit Indonesia masih tinggi dan tidak berimbang dengan peningkatan produksi. 

"Pada Maret ini, stok minyak sawit Indonesia menciut 27 persen atau dari 1,9 juta ton di Februari turun menjadi 1,4 juta ton pada bulan Maret," ujar Tofan.

Ia  mengatakan pada Maret 2017 secara mengejutkan ekspor ke negara-negara Uni Eropa masih meningkat meskipun pada pertengahan Maret lalu Parlemen Uni Eropa mengeluarkan Resolusi soal sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit karena sawit dinilai sebagai penyebab deforestasi, korupsi, pekerja anak dan pelanggaran HAM. Ekspor minyak sawit Indonesia ke negara-negara Uni Eropa mencatatkan kenaikan sebesar 27 persen atau dari 352,02 ribu ton di Februari meningkat menjad 446,92 ribu ton pada Maret. 

"Naiknya ekspor ke negara-negara Eropa menunjukkan bahwa negara-negara ini tetap membutuhkan minyak sawit karena dalam beberapa proses produksi di industri terutama untuk produk-produk yang digunakan dalam rumah tangga sehari-hari sangat tergantung pada minyak sawit karena harganya yang murah dibandingkan jika menggantikan dengan sumber dari minyak nabati lain," tutur Tofan. 

Peningkatan permintaan yang cukup signifikan juga dicatatkan oleh Negeri Paman Sam. Amerika Serikat (AS) mencatatkan kenaikan permintaan sebesar 52 persen atau dari 54,85 ribu ton di Februari meningkat menjadi 83,38 ribu ton pada Maret. 

Kenaikan permintaan minyak sawit dari Indonesia juga diikuti oleh negara-negara Africa 13 persen dan Pakistan 10 persen Padahal beberapa minggu sebelumnya Asosiasi Minyak Nabati Amerika Serikat juga menuduh Indonesia melakukan praktek dumping terhadap biodiesel yang diekspor.  Namun hal ini belum berpengaruh terhadap ekspor minyak sawit dan produk turunannya ke Amerika Serikat. 

 Sebaliknya negara yang menjadi tujuan utama ekspor Indonesia yaitu India dan China membukukan penurunan. Pada Maret ini, India mencatatkan penurunan sebesar 27 persen atau dari 587,93 ribu ton di Februari menurun menjadi 430,03 ribu ton. Diikuti Cina turun 18 perseb atau dari 344.09 ribu ton di Februari turun menjadi 322.14 ribu ton. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement