Senin 08 May 2017 18:23 WIB

Prospek dan Kendala Pengembangan Industri Plastik Nasional

Aneka perlengkapan plastik (ilustrasi)
Foto: Boldsky
Aneka perlengkapan plastik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri plastik Indonesia masih memiliki prospek potensial untuk dikembangkan. Sebagai industri yang vital dengan ruang lingkup hulu hingga hilir, industri plastik selalu dibutuhkan untuk mendukung kemajuan industri lainnya.

Dirjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono mengungkapkan industri plastik, khususnya produk plastik hilir, memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan karena konsumsi yang kian meningkat serta aplikasi yang luas untuk sektor industri lainnya.

Saat melakukan pendampingan kunjungan kerja Menperin di PT Enviplas, Banten , Senin (8/5), Sigit mengatakan Enviplas adalah industri plastik biodegradable berbasis tepung singkong yang saat ini merupakan salah satu inovasi terbaru. “Prospek industri ini cukup bagus karena trend dunia memang menuntut untuk more environmental friendly," ujar Sigit dalam rilisnya, Senin (8/5).

Sigit menyebutkan, saat ini kebutuhan plastik di Indonesia mencapai 5 juta ton. Namun, kapasitas yang ada saat ini hanya mencapai 3.500 ton. “Jika kebutuhan tersebut di-replace sebesar 5 persen saja, berarti sudah ada pasar kurang lebih 200 ribu ton per tahun,” tuturnya.

Meski demikian, Sigit mengaku dalam pengembangannya, industri plastik nasional masih dihadapkan pada kendala pasokan bahan baku yang belum mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun spesifikasi, sehingga sebagian masih ada yang impor.

Ditambah lagi, industri plastik juga dihadapkan pada isu lingkungan hidup karena sifat bahan plastik yang sulit diurai mikro organisme. “Untuk mengatasi isu tersebut, pemerintah sudah mengembangkan industri plastik ramah lingkungan dan mudah terurai yang disebut degradable tadi," ungkapnya.

Meskipun cukup menjadi solusi, namun kebanyakan bahan baku untuk plastik degradable ini masih menggunakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui dan tidak hemat energi sehingga relatif lebih mahal. “Hambatan pengembangan industri model ini juga harga produksinya yang masih 3 kali harga plastik biasa,"ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement