REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa pinjaman dana yang dihimpun oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit dalam tahun anggaran 2016 lalu bukan digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Sri menyebutkan, pinjaman sebesar Rp 2 triliun dilakukan untuk pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 yang memang sedang menghadapi pelebaran defisit fiskal.
"Bukan (untuk infrastruktur). Itu dilakukan dalam rangka pengelolaan APBN 2016, semuanya transparan dan sedang diaudi oleh BPK," jelas Sri.
Sri menjelaskan, Menteri Keuangan sebelumnya terpaksa meminjam dana sawit sebesar Rp 2 triliun demi menutup kekurangan anggaran. Ia berjanji untuk mengembalikan dana pinjaman tersebut dalam APBN Perubahan 2017 mendatang. Sri sendiri berharap ke depannya pengelolaan APBN bisa dilakukan secara lebih kredibel sehingga tidak meninggalkan persoalan serupa.
"Agar tidak pelu lagi melakukan tindakan tindakan meminjam dari BPDB. Karena itu adalah dana untuk menyelamatkan dikelola seara baik menuju kerangka yang ditetapkan," ujar Sri.
Sementara itu, Ekonom Senior dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai bahwa bayang-bayang pelebaran defisit anggaran masih ada di tahun ini. Menurutnya, defisit fiskal tahun 2017 diperkirakan di atas 2,41 persen, patokan dalam APBn 2017. Ia memperkirakan defisit fiskal tahun ini bisa menyentuh 2,6 persen.
Meski masih di bawah batas aman yang ditetapkan dalam UU Keuangan negara, dengan batas defisit fiskal sebesar 3 persen, namun Bhima menilai risiko defisit fiskal tahun ini perlu mendapat perhatian serius pemerintah. "Alasannya, karena penerimaan perpajakan meleset. hanya 85 persen paling. Artinya shortfall penerimaan negara masih cukup besar," ujar Bhima, Rabu (3/5).