Selasa 02 May 2017 11:57 WIB

Ekspor Kayu Indonesia Meningkat

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nidia Zuraya
Gelondongan kayu.
Foto: ©Mahonionline
Gelondongan kayu.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ekspor produk kayu Indonesia dan turunannya ke negara-negara Uni Eropa meningkat sejak peluncuran lisensi Foreign Law Enforcement Gorvenance and Trade (FLEGT) 15 November 2016 lalu. 

Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ida Bagus Putera Parthama mengatakan Indonesia telah menerbitkan sebanyak 14.548 lisensi dengan bobot total mencapai 364.735.450 kilogram.

"Nilainya mencapai 400.156.088 dolar AS sampai dengan 31 Maret 2017," kata Parthama dijumpai Republika di Denpasar, Selasa (2/5).

Nilai tersebut jika dirupiahkan mencapai Rp 5,325 triliun. Parthama mengatakan Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang berhak menerbitkan lisensi FLEGT untuk ekspor produk kayu ke pasar Uni Eropa dan tidak lagi melalui tahap pemeriksaan uji tuntas.

KLHK bekerja sama dengan Multistakeholder Forestry Programme (MFP3) meluncurkan rangkaian lawatan Diseminasi Capaian Indonesia-Uni Eropa FLEGT VPA di sejumlah kota besar, seperti Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Banjarmasin, dan Denpasar. Kota-kota tersebut memiliki jumlah pelaku usaha ekspor kayu terbanyak di Indonesia.

Pemilik PT Surya Alam Semesta, sebuah perusahaan furnitur nasional skala besar, Sas Bourjot mengatakan pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM) kini tak perlu lagi mengurus sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk bisa mengekspor produk kayunya ke Uni Eropa. Perusahaan berbasis di Jepara, Jawa Tengah ini memetik banyak manfaat SVLK.

"Ekspor produk kayu ke Uni Eropa lebih mudah, dan pelaku usaha lebih percaya diri karena mengantongi tiket masuk ke pasar besar seperti Eropa," katanya dalam kesempatan sama.

Keraguan pasar akan daya saing kayu dan produk kayu Indonesia juga tak ada lagi. Sas Bourjot mengatakan ini karena SVLK adalah satu-satunya sistem di dunia yang telah diterima Uni Eropa.

Biaya pengurusan SVLK saat ini berkisar Rp 30 juta untuk enam tahun, ditambah dengan biaya surveillance sekitar 50 persen dari biaya awal yang diperbaharui setiap tahun atau per dua tahun. Pelaku usaha yang masih berat mengeluarkan biaya besar bisa membentuk kelompok usaha atau koperasi.

"Surya Alam Semesta mengekspor produk furnitur ke Prancis, Belgia, Jerman," katanya.

Besaran ekspor sesuai perizinan SVLK berkisar dua ribu hingga enam ribu meter kubik. Indonesia pada masa lalu dianggap sebagai negara penghasil kayu berasal dari pembalakan liar. SVLK mengandung arti monumental sebab mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement