Ahad 23 Apr 2017 15:17 WIB

Kementan Target Sapi Bunting 3 Juta Ekor

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nur Aini
Sapi (ilustrasi)
Foto: Antara/Novrian Arbi
Sapi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LINGGA -- Secara nasional, Indonesia masih bergantung pada impor daging sapi dan bakalan sapi, termasuk daging kerbau dari negara lain. Hal ini karena peningkatan produksi daging sapi atau kerbau di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan kecepatan peningkatan kebutuhan daging secara nasional.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita ingin menghentikan ketergantungan tersebut mengingat sumber daya alam tanah air yang sangat mendukung untuk usaha peternakan sapi dan kerbau.

"Terutama setelah saya datang ke Kabuten Lingga ini, sehingga harus benar-benar kita manfaatkan," ujarnya melalui siaran pers akhir pekan ini.

Ketut menyampaikan, tahun ini, pembangunan peternakan dan kesehatan hewan nasional difokuskan melalui Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) dan mengerahkan segala sumber daya yang ada untuk mendukungnya. Hal itu termasuk dukungan dari pemerintah daerah dan masyarakat seperti yang dilakukan Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau.

Ia mengungkapkan, kegiatan UPSUS SIWAB dilakukan di seluruh provinsi di Indonesia dan pada 2017 ditargetkan dapat mencapai 3 juta ekor sapi bunting. Provinsi Kepulauan Riau menargetkan 3.563 ekor sapi bunting dari 6.039 ekor akseptor. Target tahun ini hingga akhir April adalah 1.932 ekor akseptor. Berdasarkan hasil laporan yang diterima Kementan, sampai 18 April 2017 baru tercapai 368 ekor. Untuk target kebuntingan dari 1.140 ekor telah tercapai 1.022 ekor.

"Saya berharap kinerja IB di provinsi ini lebih ditingkatkan, hormon yang telah dikirim dari Balai Veteriner Bukit Tinggi agar langsung dimanfaatkan dengan baik terutama untuk Kabupaten Lingga, yang dipercayai target 802 ekor akseptor dan bunting 473 ekor," kata Ketut.

Berdasarkan penggolongan wilayah perkembangan IB atau inseminasi buatan di Kepulauan Riau termasuk kategori IB semi intensif yang masih memiliki banyak aspek untuk segera ditingkatkan, di antaranya yaitu ketersediaan petugas teknis (inseminator, petugas pemeriksa kebuntingan, dan asisten teknik reproduksi, serta medik paramedik) yang terlatih dan terampil.

"Untuk menjangkau daerah kepulauan yang relatif jauh dan masih terbatas sarana transportasinya, penambahan petugas lapangan di setiap pulau harus menjadi prioritas," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement