Selasa 18 Apr 2017 11:44 WIB

LPS: Likuiditas Antarbank Masih Terjaga

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
 Pekerja melintas saat melakukan aktifitas di kantor Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta. ilustrasi
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pekerja melintas saat melakukan aktifitas di kantor Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) baru saja merilis indikator likuiditas, baik global maupun domestik. Menurut LPS, secara umum kondisi likuiditas domestik antarbank dalam jangka pendek masih terjaga dengan rentang pergerakan Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) yang stabil. 

Hal itu membuat Bank Indonesia (BI) pada 16 Maret lalu tetap mempertahankan suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate di posisi 4,75 persen. Pasalnya, JIBOR rupiah selama sebulan terakhir cenderung bergerak mixed di semua tenor dengan arah stabil, sementara secara point to point JIBOR O/N naik dua basis poin (bps) selama sebulan hingga mencapai 4,36 persen pada 7 April. 

Meski begitu, LPS mengimbau perbankan perlu mencermati meningkatnya kebutuhan likuiditas dana jangka pendek dan menengah untuk kebutuhan investasi dan operasional. Hal itu mengingat siklus bisnis yang cenderung naik di awal kuartal dua. 

Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan pun tumbuh sebesar 10,04 persen pada Januari 2017, paling tinggi selama 16 Bulan. Begitu pula pertumbuhan kredit yang meningkat dari 7,87 persen menjadi 8,28 persen pada Desember 2016. Dengan perkembangan ini, rasio terhadap kredit simpanan (LDR) mencapai 89,38 persen pada Januari 2017, lebih rendah dari Bulan sebelumnya yakni 90,5 persen. 

Mengacu kepada data tersebut, LPS memproyeksikan masih terdapat beberapa bank yang mengkaji kemungkinan penerbitan MTN dan right issue untuk mendanai pertumbuhan bisnisnya pada tahun ini. "Kemungkinan penerbitan instrumen itu terutama memperhatikan perbaikan perekonomian global dan arah dari pergerakan suku bunga," ujar LPS. 

Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti mengatakan, LPS selalu melihat indikator likuiditas secara lebih konservatif dibandingkan dengan angka yang ada. "Misalnya indikator NPL, kita pakainya nggak sekadar tiga sampai empat Bulan tapi kita anggap risiko kredit, termasuk yang likuiditas itu, " jelasnya di Jakarta, Selasa (18/4).

Menurutnya, LPS lebih konservatif karena posisinya berada di garda belakang. "Jadi artinya kalau ada bank yang mulai bermasalah kita bisa cepat monitoring dan mulai koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," tutur Destry. 

Dalam indikator likuiditas, LPS juga menyebutkan rata-rata bunga deposito rupiah bank acuan pada akhir Maret 2017 mencapai 5,99 persen. Turun satu bps dari posisi akhir Februari tahun ini. 

"Dengan tren penurunan suku bunga pasar yang mulai melandai, kami lihat potensi peningkatan suku bunga simpanan di 2017," tambah Destry. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement