Rabu 12 Apr 2017 16:35 WIB

IDB Lanjutkan Pembahasan Bentuk Bank Infrastruktur Syariah

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Pembukaan Pertemuan Tahunan Forum Investasi IDB di Nusa Dua, Bali pada Senin (10/4) malam.
Foto: Republika/Sapto Andika Candra
Pembukaan Pertemuan Tahunan Forum Investasi IDB di Nusa Dua, Bali pada Senin (10/4) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank) atau IDB terus melanjutkan pembahasan pembentukan Mega Islamic Bank yang akan fokus kepada pembiayaan infrastruktur. Pembentukan bank infrastruktur tersebut ini atas prakarsa Indonesia, Turki, dan IDB sendiri.

Presiden IDB Bandar Al Hajjar mengungkapkan, pihaknya telah membentuk tim kajian yang secara khusus mempersiapkan pembentukan bank infrastruktur syariah. Tim yang beranggotakan Indonesia, Turki, dan IDB ini, ujarnya, telah melakukan pertemuan perdana pada Maret 2017 lalu yang secara khusus membahas perkembangan atas rencana pembentukan bank infrastruktur syariah yang pertama kali tercetus pada 2015 lalu.

"Sampai saat ini studi tentang gagasan Mega Islamic Bank masih berjalan. Setelah bulan lalu mengadakan pertemuan, sebentar lagi akan digelar pertemuan serupa guna melanjutkan diskusi," kata Bandar Al Hajjar saat ditemui di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua Bali, Rabu (12/4).

Bandar menilai, pendirian Mega Islamic Bank akan memberikan manfaat besar bagi negara anggotanya. Bank ini nantinya akan menyediakan pembiayaan infrastruktur khususnya bagi negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

"Mega Islamic Bank penting sekali untuk memberi solusi manajemen likuiditas di pasar, memberi kebijakan instrumen antar bank, dan menyiapkan pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur buat negara-negara anggota OKI sesuai prinsip syariah," ujar Bandar.

IDB mencatat, kebutuhan pembiayaan infrastruktur negara-negara di dunia mencapai 3,3 triliun dolar AS pada tahun 2016. Sementara anggaran yang tersedia hingga saat ini baru menyentuh 2,5 triliun dolar AS. Artinya, terdapat total kekurangan pembiayaan infrastruktur secara global sebesar 800 miliar dolar AS.

"Sedangkan kekurangan pembiayaan infrastruktur di negara-negara anggota IDB mencapai 200 sampai 220 miliar dolar AS per tahun," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) sebelumnya yakni Bambang Brodjonegoro, Presiden IDB dan Wakil Perdana Menteri merangkap Menkeu Turki membahas proses pendirian MIB tersebut. "Dalam pertemuan three partite ini disepakati untuk dilakukan koordinasi lebih erat di antara negara-negara dan IDB yang akan menjadi pendiri MIB," kata dia.

Indonesia, Turki, dan IDB kemudian diharuskan duduk bersama untuk membahas tentang struktur kelembagaan dan skema pendanaan dari Mega Islamic Bank. "Saat ini belum ada pembicaraan investasi MIB bersama Turki dan IDB. Nanti kita bentuk tim kecil senior official dulu untuk membicarakan struktur governance-nya, board of director-nya mau bagaimana, kan ada gaya AIIB, Bank Dunia, ADB dan lainnya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement