REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Islamic Financial Services Board (IFSB) melihat permintaan untuk financial technology (fintech) dalam sistem jasa keuangan syariah di Malaysia telah meningkat. Hal ini menyusul dengan adanya keinginan publik untuk mencari alternatif pembiayaan dan krisis keuangan global.
"Ada peluang luar biasa untuk fintech dalam keuangan islam, sebagai akibat dari krisis keuangan global, orang-orang telah kehilangan kepercayaan sehingga mencari alternatif lain," ujar Sekretaris Jenderal IFSB Jaseem Ahmed dilansir The Star, Jumat (7/4).
Jaseem mengatakan, bank-bank konvensional mulai memanfaatkan fintech untuk meningkatkan daya tarik produk mereka dengan biaya yang lebih rendah. "Dari sudut pandang kami, kami menyambut peluang tersebut dengan fokus pada stabilitas, ketahanan dan masalah regulasi," kata Jaseem.
Di sisi lain, Jaseem juga berharap penerbitan sukuk di Malaysia bisa tetap kuat. Sebab, Malaysia telah menjadi pemimpin dalam pembangunan ekonomi nasional dengan penggunaan sukuk dalam pembiayaan infrastruktur dan pengembangan pasar modal.
Menurut laporan Stabilitas Industri Jasa Keuangan Islam yang dikeluarkan oleh IFSB pada 2016, Malaysia merupakan penerbit sukuk korporasi terbesar di dunia pada 2015 dengan nilai sebesar 5,98 miliar dolar AS. Berdasarkan laporan tersebut, emiten perusahaan Malaysia yang menerbitkan sukuk berdasal dari berbagai sektor seperti pertanian, telekomunikasi, ritel, real estate, jasa keuangan, pelayanan kesehatan, dan transportasi.
"Setiap penerbit menetapkan jatuh tempo yang berbeda dan memanfaatkan mata uang lokal maupun dolar AS," ujar Jaseem.
Secara keseluruhan, Malaysia mencatat nilai kombinasi penerbitan sukuk korporasi dan sukuk pemerintah terbesar pada 2015 yakni sekitar 29,8 miliar dolar AS. Kemudian, disusul oleh Indonesia yang menyumbang peningkatan sebesar 13,2 persen atau senilai 7,8 miliar dolar AS pada 2015.