Kamis 06 Apr 2017 08:37 WIB

'Izin Ekspor Freeport Bukti Pemerintah Takluk pada Asing'

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ani Nursalikah
 Demonstran melakukan aksi vandalisme saat unjuk rasa di depan kantor Freeport, Kuningan, Jakarta, Kamis (26/11). (Republika/Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Demonstran melakukan aksi vandalisme saat unjuk rasa di depan kantor Freeport, Kuningan, Jakarta, Kamis (26/11). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Izin rekomendasi ekspor PT Freeport Indonesia (PTFI) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali mendapat kritik.

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan izin ekspor konsentrat ini adalah bukti pemerintah tunduk pada kekuatan asing. "Rasanya kita ini jadi berada di hutan belantara, yang berlaku itu hukum rimba," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (5/4).

Marwan menegaskan, Indonesia adalah negara hukum, tapi yang muncul adalah pragmatisme dan ketundukan terhadap asing. Kewibawaan negara sudah tidak ada dan penegakan hukum tidak jelas, bahkan UU saja dilanggar.

Baca: Menko Luhut: Freeport Setuju Berubah Status Jadi IUPK

Keluarnya Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pun ia lihat sebagai cara pemerintah memenuhi keperluan PTFI. "Pemerintah itu mencari-cari jalan untuk keperluan Freeport, kita sudah takluk," kata dia.

Padahal, jika konsisten tunduk UU, otomatis ekspor konsentrat tidak boleh dilakukan. Saat ini, negosiasi untuk mengganti status PT FI sebagai Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK masih berjalan. Semasa itu, PTFI tetap diizinkan ekspor konsentrat. Marwan menyebutnya sebagai relaksasi.

Menurutnya, ini sudah dilakukan sejak masa-masa pemerintahan sebelumnya. Di masa presiden Susilo Bambang Yudhoyono, relaksasi untuk PTFI sudah dilakukan selama tiga tahun. Sekarang masa Presiden Joko Widodo, kembali ada relaksasi selama lima tahun mulai tahun ini.

"Saya bilang kita ini dipecundangi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement