REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Risiko inflasi ternyata masih menghantui meski pada Maret 2017 lalu Badan Pusat Statistik (BPS) merilis adanya deflasi hingga 0,02 persen. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menjelaskan, risiko inflasi masih mengadang di depan mata terutama menjelang Bulan Puasa yang akan tiba Mei mendatang dan Lebaran pada Juni 2016.
Selain risiko inflasi yang bersifat pola tahunan saat Puasa dan Lebaran, Mirza juga menyebutkan bahwa inflasi bisa terkerek akibat merangkaknya harga minyak dunia. Meski begitu, dalam deflasi pada Maret 2017 ia menilai bahwa kebijakan perdagangan pemerintah memiliki andil besar dalam menekan laju inflasi.
"Tentu Alhamdulillah ada panen, juga kebijakan pemerintah di perdagangan bisa membantu terjadi deflasi. Tetapi dari terjadi deflasi satu bulan itu tidak bisa kemudian menjadi santai," kata Mirza di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (5/4).
Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menambahkan bahwa deflasi yang terjadi memang lebih dipengaruhi oleh masa panen yang membuat harga komoditas menurun. Ia menampik anggapan bahwa deflasi lebih disebabkan lantaran daya beli masyarakat yang menurun. Menurutnya, pemerintah selama ini sudah menjalankan fungsinya sebagai pengendali harga dengan menjaga pasokan komoditas pangan.
"Jadi suplainya tersedia dan itu menunjukan bahwa pemerintah secara keseluruhan bersama-sama itu mampu mengendalikan harga sampai dengan bulan Maret, dan Mentan (Menteri Pertanian) berhasil menyediakan stok dengan jumlah yang cukup," katanya.