Rabu 05 Apr 2017 08:24 WIB

Deflasi Maret, Menko Darmin: Siapa Bilang di Luar Dugaan?

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution.
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menampik anggapan deflasi yang terjadi pada Maret 2017 di luar prediksi. Meski sejumlah ekonom memang memasang proyeksi inflasi rendah pada bulan lalu, tetapi pemerintah menilai bahwa deflasi sangat mungkin terjadi lantaran berbagai upaya pemerintah untuk menekan harga pangan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan, sejumlah faktor juga mendukung target pemerintah untuk menekan harga pangan. Salah satunya, Maret memang bertepatan dengan masa panen raya yang membuat harga beras menurun. Selain itu, Darmin menilai sejumlah komoditas lain masih bisa didorong untuk mengalami penurunan harga termasuk gula, minyak goreng curah, dan daging.

"Siapa bilang di luar dugaan? Kita tahu pangan kan sedang turun. Kita masih dorong inflasi turun dengan harga yang turun. Ya nggak semua pangan, karena yang lain nggak baik juga kalau didorong turun terus. Kayak beras kalau didorong turun nanti petani malah rugi," kata Darmin di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (4/4).

Darmin menyebutkan, pemerintah masih mengejar angka inflasi supaya bisa terjaga di angka 4 persen sepanjang 2017. Menurutnya, jurus menahan inflasi berada pada upaya menjaga harga pangan agar tidak melonjak tinggi. "Ada subsidi yang masih harus di adjusment. Kita masih harus itu, yang mana, saya belum mau beberkan. Kita perlu waktu 1-2 bulan ini," katanya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistk (BPS) mencatat, terjadi deflasi sebesar 0,02 persen pada Maret 2017. Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, deflasi terjadi terutama disebabkan oleh penurunan harga pada dua kelompok utama yakni bahan makanan dan transportasi. Meski begitu, BPS juga melihat dorongan inflasi masih disumbangkan oleh penyesuaian tarif listrik nonsubsidi 900 Volt Ampere (VA) dan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax dan Pertalite. Hanya saja, kata Suhariyanto, penurunan harga pangan akibat panen raya mampu menekan inflasi yang disebabkan penyesuaian tarif listrik dan kenaikan BBM.

Rilis BPS menyebutkan, dari 82 kota Indeks Harga Konsumen (IHK) yang disurvei terdapat 49 kota yang mengalami deflasi dan 33 kota yang mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Tanjung Pandan, Belitung dengan angka deflasi 1,49 persen dan deflasi terendah terjadi di Padang, Sumatra Barat dan Purwokerto, Jawa Tengah sebesar 0,01 persen. Sementara untuk inflasi, angka tertinggi terjadi di Merauke, Papua sebesar 1,24 persen dan terendah terjadi di Tembilahan, Riau dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan sebesar 0,01 persen.

Dilihat dari komponennya, BPS merilis bahwa komponen inti mengalami inflasi 0,1 persen. Sementara itu, inflasi tahun kalender untuk Januari-Maret 2017 tercatat sebesar 1,19 persen. dengan inflasi tahunan Maret 2017 terhadap Maret 2016 sebesar 3,61 persen. Bila dirinci lagi, komoditas yang harganya diatur pemerintah atau administered prices mengalami inflasi 0,37 persen dengan sumbangan terhadap inflasi sebesar 0,07 persen. Sementara harga-harga yang bergejolak atau volatile prices termasuk beras, cabai merah, cabai rawit, dan bahan pangan lainnya mengalami deflasi sebesar 0,77 persen dengan sumbangan kepada inflasinya -0,15 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement