Senin 20 Mar 2017 12:15 WIB

Pemerintah Siap Hadapi Freeport di Arbitrase Internasional

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Ladang tambang terbuka yang dikelola PT Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.
Foto: Antara
Ladang tambang terbuka yang dikelola PT Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jendral Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan pemerintah siap saja hadapi PT Freeport Indonesia jika memang hendak membawa kasus ini ke ranah arbitrase. 

Bambang mengatakan apa yang dilakukan pemerintah adalah menegakan aturan. Bambang mengatakan selama ini sudah cukup bagi Freeport untuk melakukan rezim lama. Saat ini pemerintah memberikan pilihan bagi Freeport untuk menyelesaikan masalah ini.

"Kalau mau arbitrase silahkan," ujar Gatot di Gedung Bidakara, Senin (20/3).

Bambang mengatakan dua pilihan yang ditawarkan pemerintah sudah lebih dari cukup. Pertama, jika memang Freeport hendak melakukan ekspor konsentrat maka silahkan merubah kontrak karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Namun, jika tidak mau merubah maka konsekuensinya Freeport tidak bisa melakukan ekspor konsentrat. "Pemerintah tidak pernah memaksa. Silahkan dipilih saja," ujar Gatot.

Gatot mengatakan sampai saat ini hanya Freeport yang masih belum sepakat atas dua pilihan pemerintah. Ia mengatakan perusahaan tambang lain seperti PT Amman Mineral dan PT Vale Indonesia, Tbk tidak pernah ada masalah dengan dua pilihan ini.

"Makanya sebetulnya saya kok bingung juga ini, yang satu oke-oke saja," ujar Gatot.

Gatot mengatakan Amman Mineral sudah berkomitmen untuk membangun smelter di Sumbawa dengan kapasitas 1,5 juta ton. Dengan mengubah KK menjadi IUPK dan berkomitemen untuk menjalani kewajiban maka pemerintah memberikan izin ekspor.

Gatot juga menjelaskan jika memang tidak ingin mengubah kontrak, maka juga tidak masalah bagi pemerintah. Vale Indonesia disebut Gatot juga tetap memegang kontrak karya dengan melakukan pemurnian di dalam negeri.

"IUPK itu saya katakan pilihan, kalau bapak pengen ekspor konsentrat berubah lah jadi IUPK, tapi kalau tidak ekspor konsentrat silakan jadi KK, tapi harus dimurnikan untuk menjual ekspor ya sudah, bukan pemerintah memaksa, itu pilihan," ujar Gatot.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement