REPUBLIKA.CO.ID, Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pengasuh yang saya hormati, akhir-akhir ini saya membaca di media massa tentang dampak liburan Raja Salman dari Arab Saudi terhadap pengembangan pariwisata syariah. Disebutnya di media-media tersebut bahwa liburan sang raja tersebut diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan dari Arab Saudi, Timur Tengah, atau bahkan negara-negara Muslim ke obyek-obyek wisata di Indonesia. Saya kok merasa belum begitu jelas, apa sih sebenarnya yang disebut pariwisata syariah? Kok sepertinya istilah ini dipaksa-paksakan supaya menjadi unik dan Islami. Apakah memang ada konsep yang khas dari pariwisata syariah ini atau hanya sekedar labeling saja? Mohon penjelasannya, terima kasih.
Wassalamu ‘alailkum warahmatullahi wabarakatuh
Aryanti Hendrie Anto, Baturetno, Banguntapan, Yogyakarta.
Jawaban
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudari Aryanti, terima kasih atas pertanyaan yang anda ajukan. Memang banyak pihak yang berharap kunjungan rombongan besar Raja Salman dari Arab Saudi beberapa waktu lalu dapat berdampak positif terhadap industri pariwisata syariah di Indonesia. Liburan rombongan raja dari 3-12 Maret kemarin dinilai luar biasa dan dapat memperbaiki imej Bali pada khususnya dan Indonesia pada umumnya sebagai destinasi utama pariwisata syariah. Tapi apa sesungguhnya pariwisata syariah itu?
Istilah pariwisata syariah memang istilah baru dalam dunia pariwisata. Beberapa istilah lain yang bermakna senada antara lain Islamic Tourism, Halal Friendly Tourism Destination, Halal Travel, Muslim-Friendly Travel Destinations, atau halal lifestyle. Konsep wisata syariah lebih luas dari wisata reliji, dimana kalau wisata reliji didefinisikan sebagai wisata dalam kerangka kepentingan ibadah/agama, misalnya haji dan umroh ke tanah haram, atau sebagian umat Islam berziarah ke makam-makam para wali/aulia/tokoh agama.
Adapun wisata syariah mengandung konsep yang lebih luas, yaitu pariwisata yang keseluruhan aspeknya tidak bertentangan dengan syariah. Dalam industri pariwisata terdapat banyak aspek dan pelaku yang terlibat, misalnya hotel dan akomodasi, makanan dan minuman, transportasi, fasilitas ibadah, dan tentu obyek wisata itu sendiri. Seluruh aspek ini haruslah tidak bertentangan dengan syariah, sederhananya halal dan toyyib.
Obyek dari wisata syariah tidak harus tempat-tempat atau khazanah budaya Islam, tetapi dapat apa saja yang menarik sepanjang tidak melanggar ketentuan syariah. Pantai, gunung, gua, mainan, bahkan budaya lokal dapat saja menjadi destinasi wisata ini. Indonesia sangat kaya dengan destinasi yang menarik dan telah dikenal secara internasional.
Memang seringkali yang menjadi masalah krusial adalah perhotelan dan akomodasi, sebab hotel pada umumnya memang tidak didesain untuk bersesuaian dengan syariah. Oleh karena itu sekarang juga muncul konsep hotel syariah, yaitu hotel yang tidak menyediakan khamr, makanan dan minumannya halal, semua perlengkapan yang disediakan juga halal. Tambahan lagi hotel tersebut tidak menjadi tempat kegiatan yang dilarang syariah.
Untuk mendukung pariwisata syariah tentu makanan dan minuman halal tidak hanya tersedia di hotel syariah, tetapi wisatawan dengan mudah mendapatkan di berbagai tempat. Jadi seharusnya banyak tersedia restoran halal, bahkan oleh-oleh dan cinderamata seharusnya juga terjamin halal. Jaminan halal ini tentu harus dikeluarkan oleh pihak yang terpercaya dan dipercayai masyarakat (internasional), misalnya label halal LPPOM MUI.
Ditinjau dari segi bisnis, pariwisata syariah sangat menjanjikan. Wisatawan-wisatawan dari negara muslim jumlahnya cukup besar dan potensi kangannya juga tidak kalah dengan wisatwan dari negara non muslim. Masyarakat Arab Saudi, misalnya, pada tahun 2015 menghabiskan tidak kurang dari Rp 400 triliun untuk belanja wisata ke luar negeri.
Namun sayangnya, Indonesia kurang cukup bersemangat menangkap potensi wisata syariah ini. Indonesia hanya menempati rangking 6 di antara negara–negara Muslim sebagai destinasi wisata syariah. Bahkan di antara negara ASEAN, wisata syariah Indonesia berada di bawah Malaysia, Singapura, dan Thailand. Tentu saja hal ini sangat disayangkan, sebab Indonesia memiliki segalanya untuk pengembangan wisata syariah ini.
Bahkan hal ini sudah menjadi program resmi pemerintah dan telah diluncurkan sejak lama. Wisata syariah pertama kali diluncurkan secara nasional pada kegiatan Indonesia Halal Expo (Indhex) 2013 dan Global Halal Forum yang digelar pada 30 Oktober-2 November 2013 oleh presiden Susilo Bambang Yudoyono. Semoga kunjungan raja Salman memang akan menjadi momentum untuk mengakselerasi pembangunan pariwisata syariah di Indonesia. Amin.