Rabu 15 Mar 2017 03:15 WIB

Lembaga Adat Dukung Freeport Beroperasi Hingga 2021

Karyawan PT Freeport Indonesia berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM), Jakarta, Selasa (7/3).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Karyawan PT Freeport Indonesia berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM), Jakarta, Selasa (7/3).

REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA -- Lembaga Adat Suku Kamoro (Lemasko) yang merupakan salah satu lembaga adat di Mimika, Papua, mendukung PT Freeport Indonesia untuk beroperasi hingga 2021 sesuai dengan Kontrak Karya (KK). "Kami atas nama Lemasko mewakili masyarakat suku Kamoro dari Nakai sampai ke Waripi komitmen mendukung Freeport untuk beroperasi kembali," kata Wakil Ketua I Lemasko, Gerry Okoare di Timika, kemarin.

Gerry mengatakan, Freeport telah memberikan dampak positif terhadap pembangunan di Mimika secara khusus melalui program pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Selain dampak positif tersebut, juga terdapat dampak negatif yang mana limba produksi Freeport berupa tailing telah merendam ribuan hektare dusun-dusun masyarakat suku Kamoro saat ini.

"Freeport harus bertanggung jawab untuk itu, maka dengan beroperasi kembali kami minta Freeport dapat mempertanggungjawabkan kerusakan yang telah dialami masyarakat itu," ujarnya.

Dia mengatakan, Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa) melalui Direkturnya Odizeus Beanal telah menyatakan sikap agar kedua belah pihak segera mencari solusi yang terbaik demi kesejahteraan masyarakat. Gerry juga menyesali kelompok-kelompok yang telah difasilitasi LSM tertentu dan oknum tertentu dengan mengatasnamakan lembaga adat untuk menuntut pemerintah pusat agar Freeport ditutup.

Gerry meminta kepada pemerintah pusat untuk tidak menerima kelompok-kelompok tersebut yang dinilai tidak representatif mewakili masyarakat adat di Mimika. "Mereka tidak punya kapasitas untuk bicara soal Freeport dan masyarakat adat di Mimika, untuk itu saya atas nama Lemasko mengutuk tindakan mereka," katanya.

Pembicaraan terkait persoalan Freeport, menurutnya, harus dilakukan pemerintah pusat bersama pemerintah pusat daerah dan masyarakat adat di Mimika sebagai pemilik hak ulayat di Timika. Hal tersebut dikarenakan yang merasakan dan terkena dampak dari Freeport dan persoalan antara dua pihak ini adalah masyarakat kecil yang ada di Mimika.

"Untuk itu kami dengan terbuka mengundang Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menko Kemaritiman Luhut Binsai Pandjaitan untuk datang dan berdialog secara terbuka dengan masyarakat asli di Mimika," ucapnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement