Rabu 15 Mar 2017 00:33 WIB

BPK Nilai PP Perpindahan Aset BUMN Salahi Aturan

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Budi Raharjo
Gedung BPK
Foto: .
Gedung BPK

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 yang mengatur tentang perpindahan aset BUMN menyalahi Undang-Undang (UU). Anggota BPK yang membawahi audit BUMN, Achsanul Qasasih mengatakan, PP harusnya mengacu pada Undang-Undang di atasnya.

Adapun BUMN, kata dia, tunduk pada UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan. Dalam sejumlah UU tersebut terdapat aturan yang mewajibkan setiap pelepasan atau perpindahan aset BUMN harus mendapat persetujuan Dewan.

Namun, di PP 72 yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo ada klausul pergeseran aset BUMN tidak perlu mendapat persetujuan DPR sehingga bertentangan dengan UU Kekayaan Negara dan UU Perbendaharaan Negara. Karena menganggap PP 72 bertentangan dengan Undang-Undang, Achsanul mengatakan BPK akan tetap melaksanakan tugasnya dengan mengacu pada Undang-Undang.

"Jika ada PP yang bertentangan dengan UU, BPK tetap memakai UU yang mengaturnya," ujar dia, lewat keterangan tertulis yang diterima Republika pada Selasa (14/3).

PP 72 tahun 2016 telah diterbitkan dan berlaku sejak 30 Desember 2016 lalu. PP ini adalah hasil revisi terhadap PP nomor 44 tahun 2005 tentang tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas (perusahaan swasta).

Dalam PP 72 2016 itu disebutkan, pemindahan aset negara pada BUMN, baik itu ke BUMN ataupun ke perusahaan swasta dilakukan tanpa melalui mekanisme pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Artinya, pemindahan tersebut dilakukan tanpa disetujui oleh DPR RI.

Sebelumnya, mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 72 tahun 2016 menandakan pemerintah seolah ingin menghindari DPR dalam urusan pemindahan aset BUMN.

"Nah menurut saya ini jadi tafsiran yang seakan-akan pemerintah ingin menghindari DPR. Itu kan tafsiran seperti sekarang," kata dia usai menghadiri sebuah diskusi tentang BUMN Jakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement