REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dinilai mampu menggenjot meningkatnya ekspor funitur dan kerajinan nasional. Pasalnya, daya saing produk furnitur dan kerajinan nasional terus meningkat khususnya di pasar Uni Eropa pasca implementasi penuh SVLK tersebut.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Rufi’ie mengatakan, dengan adanya hal tersebut furnitur dan kerajinan nasional bisa memenuhi tuntutan pasar global akan kayu legal dan lestari.
“Pasar internasional mengapresiasi produk Indonesia yang dilengkapi dokumen V-Legal yang diterbitkan berdasarkan SVLK,” kata Rufi’ie dalam keterangan yang diterima wartawan pada Sabtu (11/3).
Bertepatan dengan pembukaan Stand Indonesian Legal Wood pada Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2017 di Jakarta, Rufi’ie juga mengatakan data Sistem Informasi Legalitas kayu Kementerian LHK, nilai ekspor produk furnitur dan kerajinan yang menggunakan dokumen V-Legal meningkat dari 635,5 juta dolar AS ditahun 2015 menjadi 916,5 juta dolar AS pada tahun 2016. Di tahun 2017, sampai Februari, nilai ekspor sudah mencapai 252,3 juta dolar AS.
Ia mengatakan, khusus untuk pasar Uni Eropa, peningkatan ekspor furnitur dengan dokumen V-Legal sangat nyata pada empat bulan terakhir sejak November 2016-Februari 2017. Pada November, nilai ekspor furnitur tercatat 14,6 juta dolar AS. Nilai kemudian melonjak pada Desember 2016 menjadi 31,9 juta dolar AS.
Nilai ekspor kemudian tercatat 31,7 juta dolar AS pada Januari 2017, dan kembali melompat pada Februari 2017 menjadi 34,4 juta dolar AS. Menurutnya, peningkatan daya saing yang begitu kentara di pasar Uni Eropa tak lepas dari penyetaraan dokumen V-Legal sebagai lisensi FLEGT (Forest Law Enforcement Governance and Trade) terhitung 15 November 2015.
"Penyetaraan ini membuat produk kayu-kayu Indonesia bisa masuk pasar Uni Eropa tanpa melewati pemeriksaan uji tuntas (due dilligence) yang memakan waktu dan biaya," ujarnya.
Adapun penyetaraan dokumen V-Legal sebagai lisensi FLEGT diperoleh setelah SVLK diimplementasikan secara penuh pasca diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan No. 25 tahun 2016 tentang Ketentuan ekspor Produk Industri Kehutanan terhitung 15 April 2016. Berdasarkan ketentuan itu, seluruh produk kayu yang diekspor, termasuk furnitur dan kerajinan harus dilengkapi dengan dokumen V-Legal.
Rufi’ie menyatakan, saat ini adalah momentum yang tepat untuk terus mendorong kinerja ekspor produk funitur dan produk kayu lainnya di pasar ekspor. Hal ini pun membuat dunia internasional makin percaya bahwa produk kayu asal Indonesia dihasilkan secara legal dan lestari.
Ia pun mengajak semua pihak untuk bahu membahu agar seluruh pelaku usaha perkayuan di Tanah Air, khususnya usaha kecil dan menengah, bisa memenuhi indikator yang ditetapkan pada SVLK. “Seluruh pemangku kepentingan, termasuk juga pemerintah daerah harus mendukung agar usaha kecil dan menengah untuk lulus dalam sertifikasi SVLK,” katanya.