REPUBLIKA.CO.ID,MATARAM -- Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram Mutawalli membantah tudingan Aliansi Masyarakat Peduli Transparasi (Amapetra) Nusa Tenggara Barat terkait adanya program tanam cabai dari Kementerian Pertanian melalui APBNP 2016 seluas 100 hektare di Kota Mataram, Provinsi NTB yang diduga dikorupsi. Diduga dari luasan tanam cabai 100 hektare itu, riilnya hanya 30 are.
Ia mengatakan, pengembangan program tanam cabai seluas 100 hektare di Kota Mataram telah dilaksanakan sesuai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Program ini telah dilaksanakan 15 Kelompok Tani dengan 130 orang petani pada lahan seluas 100 hektare.
"Sistem tanamnya tidak langsung 100 hektare, tapi setiap bulan sesuai dengan kondisi pertanaman petani," ujar dia kepada Republika, Jumat (10/3).
Ia melanjutkan, proses penanaman cabai sudah dimulai sejak Mei 2016 hingga Desember 2016. Dia menjelaskan, keberhasilan perkembangan penanaman cabai ini juga pernah ditinjau langsung oleh Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian. Adapun bantuan untuk para petani senilai Rp 2,8 miliar juga telah disalurkan dalam bentuk material seperti benih, mulsa pupuk, dan obat-obatan.
Ia menegaskan, seluruh bantuan yang diberikan tidak dalam bentuk tunai. Sedangkan untuk pengadaannya, sebagian melalui lelang dan penunjukan langsung yang dilaksanakan ULP serta panitia pengadaan barang di sekretariat daerah.
"Hingga saat ini semua petani penerima bantuan merasa sangat senang dengan bantuan ini, apalagi dengan harga sangat baik saat ini, dan tidak ada satu orang petani yang keberatan atas pelaksanaan kegiatan ini," ucap dia.
Ia menilai ada yang aneh jika keberhasilan pencapaian ini justru dipersoalkan pihak LSM yang tidak pernah sama sekali terlibat dalam kegiatan ini. "Hasil panen cabai ini rata-rata 8 ton per hektare dengan masa panen 2 sampai 3 bulan," katanya menambahkan.
Sebelumnya, Amapetra menuding telah terjadi penyimpangan program tanam cabai yang diberikan Kementerian Pertanian di Kota Mataram, NTB.
Baca Juga: Program Tanam Cabai Pun Diduga Dikorupsi