REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana membentuk dua bank syariah dari empat anak usaha bank pelat merah. Semula, kementerian berencana menggabungkan empat bank syariah tersebut menjadi satu megabank syariah.
Adapun dua bank syariah yang akan dimerger yakni Bank Syariah Mandiri (BSM) dengan Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS), sementara Bank Negara Indonesia Syariah (BNI Syariah) digabung dengan Unit Usaha Syariah Bank Tabungan Negara (UUS BTN).
Peneliti Ekonomi Syariah dari SEBI School of Islamic Economics, Aziz Setiawan menilai tepat penggabungan tersebut karena bisnis utama yang sama antara BSM dan BRIS, sedangkan BNI Syariah dengan UUS BTN. Menurut Aziz, secara umum paling tidak ada tiga manfaat dari merger. Pertama, skala usaha atau pembiayaan meningkat, efisiensi dan ruang ekspansi.
"Dari skala pembiayaan dengan merger tentu kapasitas modal akan membesar dan memberikan leverage untuk menghimpun DPK lebih besar sehingga skala pembiayaan juga lebih besar," ujar Aziz pada Republika.co.id, Senin (6/3).
Kedua, dampak efisiensi dari dua anak usaha BUMN menjadi satu BUMN tentu akan merampingkan manajemen, kantor operasional, kantor cabang, kantor layanan lainnya, teknologi, ATM, dan lainnya. Namun, merger tentu akan mendorong terjadinya perampingan SDM dan mengurangi jumlah kantor layanan yang sudah ada.
Ketiga, dengan skala modal dan usaha yang lebih besar tentu akan memberikan ruang ekspansi layanan yang lebih luas. Kalau selama ini keempatnya cenderung bersaing di kota-kota yang sama tentu akan digantikan satu kantor cabang saja dan yang lain bisa direlokasi ke luar Jawa, misalnya wilayah Indonesia Timur. "Yang juga sangat penting tentu belanja untuk teknologinya akan dapat jauh lebih besar dan diharapkan bisa kompetitif dengan bank-bank konvensional besar lainnya. Meski memang belum ideal untuk meningkatkan aset bank syariah," kata Aziz.
Menurut Aziz, merger tersebut hanya satu bagian strategi untuk meningkatkan efisiensi dan mendorong ekspansi usaha bank terkait. Tetapi ia berharap ada konversi dari bank BUMN konvensional besar untuk menjadi syariah agar aset syariah terdongkrak signifikan. Ia menilai akan lebih bagus apabila Kementerian BUMN menjadikan BTN menjadi syariah dan core bisnisnya tetap terkait KPR. "Saya kira kalau ini dilakukan market share syariah akan sampai 10-12 persen,"kata Aziz.
Apabila tidak ada kebijakan yang spesial dari KNKS, kata Aziz, maka pangsa pasar masih akan stagnan di 5,3-5,5 persen dengan mengandalkan pertumbuhan organik saja. Hal ini karena belum ada konversi bank ke syariah, Bank NTB diperkirakan baru tahun depan. "Kita masih menunggu langkah progressif dari kementerian BUMN sebagai tindak lanjut program KNKS yang telah dibentuk Presiden,"katanya.
Sebelumnya pada Jumat (3/3) lalu, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Survei, dan Konsultasi Kementerian BUMN, Gatot Trihargo, mengatakan BNI Syariah dan UUS BTN akan digabung menjadi satu. Sedangkan BSM akan bergabung dengan BRIS pada tahun ini. "Bu Menteri maunya jadi dua bank syariah, BSM dengan BRIS, dan BNI Syariah dengan UUS-nya BTN," kata Gatot.