Jumat 03 Mar 2017 13:51 WIB

Pelni Masuk Daftar Blacklist karena Berutang Rp 64,91 Miliar

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Penumpang mengantre naik Kapal Motor (KM) Kelud milik PT Pelni.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Penumpang mengantre naik Kapal Motor (KM) Kelud milik PT Pelni.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inspektorat Jendral Kementerian Perhubungan menemukan adanya tunggakan pembayaran kewajiban dari salah satu BUMN, yaitu PT Pelni (Persero). Irjen Kementerian Perhubungan Cris Kuntadi mengatakan PT Pelni belum melunasi kewajiban kepada negara sebesar Rp 64,91 miliar.

Jumlah ini merupakan 40,85 persen dari total temuan kerugian negara dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut sebesar Rp 158,9 Miliar. Kerugian negara yang terkait dengan PT Pelni yaitu berupa kelebihan pembayaran pekerjaan PSO angkutan perintis dan hutang PNBP yang belum dibayar.

"Saya berharap BUMN di lingkungan Kementerian Perhubungan dapat menjadi contoh bagi perusahaan swasta nasional dalam menindaklanjuti hasil temuan baik hasil temuan yang dilakukan oleh Itjen Kementerian Perhubungan, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).  Untuk itu saya sudah melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan PT. Pelni untuk segera menyelesaikan hasil temuan Itjen yang terkait dengan kerugian negara," ujar Cris, Jumat (3/3).

Cris mengatakan pihak Inspektorat memberikan waktu hingga 20 hari kedepan sampai pada batas waktu yang ditentukan agar PT Pelni segera melunasi kewajibannya terhadap negara. Ia mengatakan pihaknya sudah meminta Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk memasukan PT Pelni ke dalam daftar blacklist.

"Saya juga sudah kordinasi dengan pihak LKPP agar Pelni tidak mendapatkan pekerjaan selama dua tahun," ujar Cris.

Namun ia juga menekankan bahwa masukanya PT Pelni dalam daftar hitam bukan berarti kewajibannya membayarkan kewajiban terhadap negara bisa terhapus. Ia mengatakan perusahaan tetap harus menyetorkan nilai kelebihan pembayraan pekerjaan tersebut kepada kas negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement